6C3

PR7

PR7

by Veni Fatmawati -
Number of replies: 13

Assalamualaikum. Silahkan upload atau copas ke e-learning terkait jawaban scanario

In reply to Veni Fatmawati

Re: PR7

by 1810301139 YULIA ASTUTI -

Waalaikumussalam. Izin menjawab bu

Yulia Astuti

1810301139

Skenario 1

Patologi 

Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. 

Sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe. Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan pasien koma.

Pemeriksaan 

1. Tes neurologi. Pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk memeriksa kemampuan gerak, sensorik, keseimbangan, hingga mental pasien. Tes neurologi bertujuan untuk memeriksa fungsi sistem saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang). Tes ini akan menggunakan instrumen sederhana, seperti senter dan palu khusus.

2. CT scan. CT scan digunakan untuk mengamati dan melihat kondisi tulang tengkorak dan otak.

3. Elektroensefalografi (EEG). Tes ini digunakan untuk mengamati aktivitas listrik di otak.

Penatalaksanaan fisioterapi; 

1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.

2. Pemasangan collar brace.

3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.

Di skenario 1 pasien juga mengalami fraktur 1/3 Tibia dextra. 

Penatalaksanaan FT pada fraktur 1/3 tibia dextra.

Pemeriksaan :

• Rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.

• Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

• Pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dll.

Intervensi pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :

A) Tindakan non operatif :

• Reduksi

Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.

• Imobilisasi

Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

• Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.

B) Tindakan operatif :

• Intermedullary Nailing

• Ring Fixator

• ORIF (open reduction with internal fixation)

• OREF (open reduction with external fixation)

• Fiksasi internal standar

Fisioterapi juga dapat memberikan intervensi terapi latihan berupa:

-Active exercise, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot

-Static contraction, untuk mengurangi oedem

-Passive exercise, untuk meningkatkan LGS pasien.

In reply to Veni Fatmawati

Re: PR7

by 1810301157 MUH. ERDIN ARISTIA -

Wa'alaikumussalam 

Muh. Erdin Aristia

1810301157

Skenario 1

Pada kasus skenario 1 terjadi kecelakaan seorang remaja 17 tahun menyebabkan terjadinya Epidural Hematoma. Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. 


TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Jenis traumanya itu sendiri terdiri oleh trauma kepala tertutup dan terbuka.


Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. 


Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.


Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam. 


Pemeriksaan :


1. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala. 


2. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.


3. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.


4. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.




Penatalaksanaan :


1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi. 


2. Pemasangan collar brace. 


3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.




Pada skenario 1 juga pasien mengalami fraktur 1/3 tibia dextra. Kondisi ini terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang tibia.




Pemeriksaan :


Pemeriksaan :


1. Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.


2. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.


3. Pemeriksaan Fisioterapi meliputi pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dsb.




Penatalaksanaan pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :




- Tindakan non operatif :


1. Reduksi 


Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.


2. Imobilisasi 


Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.


3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.




- Tindakan operatif :


1. Intermedullary Nailing


2. ORIF (open reduction with internal fixation)


3. OREF (open reduction with external fixation) 


3. Fiksasi internal standar


4. Ring Fixator




Penatalaksanaan Fisioterapi bisa diberikan intervensi berupa :


1. Latihan gerak aktif untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan  otot. 


2. Static  kontraksi  untuk  mengurangi  oedem.  


3. Latihan  pasif  untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.





In reply to Veni Fatmawati

Re: PR7

by 1810301156 M. JUNDAN ALFANI -

Nama :M jundan alfani

Nim: 1810301156

Skenario 2

A. Patologi

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan otak memar, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera difus. Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Hematom Ekstradural atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan hematom epidural

pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan hilang kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap Kehilangan kesadaran.


Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada beban yang cukup, beban

impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan,

dan statistik beban statistik atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya cedera cedera fokal seperti memar dan

patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi cedera cedera

fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), rotasi rotasi

akselerasi dan deselerasi cenderung cenderung cedera difus mulai dari

gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Gangguan rotasi secara khusus cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam. 


B. Pemeriksaan

Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan:

- Mengecek Vital Sign

- IPPA

- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS

- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi

- Pemeriksaan sensorik dan refleks


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: 

- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah 

cedera.

- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, 

kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.

- Lumbal Pungsi

Untuk menentukan tidak ada darahnya pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat kejadian trauma

- EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi


C. Intervensi

Tujuan FT pada masa akut

• Memantau tingkat kesadaran dan tanda vital

• Status manajemen paru

• Status manajemen muskuloskeletal


Program Intervensi Fisioterapi

1. Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien. 


2. Pemosisian

Tujuan: Mencegah dekubitus, tirah baring dan pneumonia statis

Teknik: Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien yang melakukan perubahan posisi (terlentang, miring kiri dan kanan)

 

3. Latihan Pernapasan

Tujuan: Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot, dan mempertahankan mobilitas dada


4. Latihan pasif

Tujuan: Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi


5. Status manajemen muskuloskeletal

• Pada pasien tersebut dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra.

Pasien modal perluitas untuk naik ROM & 

panjang otot. 

• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit / hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)