Izin menjawab untuk nomor 2 ibu
1. Breathing Exercise
Breathing exercise adalah salah satu bentuk latihan pernafasan yang
ditujukan untuk mencegah penurunan fungsional sistem respirasi. Tirah baring
yang cukup lama dan toleransi aktivitas yang menurun mengakibatkan penurunan
metabolisme secara umum. Hal ini dapat menurunkan kapasitas fungsional pada
sistem tubuh dengan menifestasi klinis berupa sindroma imobilisasi, salah satunya
pada sistem respirasi yang berupa penurunan kapasitas vital, penurunan ekspansi
sangkar thorak, penurunan ventilasi volunter, gangguan mekanisme batuk (Saleem
& Vallbona, 2001).
Breathing exercise dilakukan sebelum dan sesudah latihan diberikan kepada
pasien. Metode yang dipilih adalah deep breathing exercise. Deep breathing
exercise adalah bagian dari brething exercise yang menekankan pada inspirasi
maksimal yang panjang yang dimulai dari akhir ekspirasi dengan tujuan untuk
meningkatkan volume paru, meningkatkan redistribusi ventilasi, mempertahankan
alveolus agar tetap mengembang, meningkatkan oksigenasi, membantu
membersihkan sekresi mukosa, mobilitas sangkar thorak, dan meningkatkan
kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-otot pernafasan (Levenson,
1992).
2. Latihan dengan mekanisme reflek postur
Gangguan tonus otot (spastisitas) secara postural pada pasien stroke, dapat
mengakibatkan gangguan gerak. Melalui latihan dengan mekanisme reflek postur
dengan cara mengontrol spastisitas secara postural mendekati status normal, maka seseorang akan lebih mudah untuk melakukan gerakan volunter dan mengontrol
spastisitas otot secara postural (Rahayu, 1992).
Konsep dalam melakukan latihan ini adalah mengembangkan kemampuan
gerak normal untuk mencegah spastisitas dengan menghambat gerakan yang
abnormal dan mengembangkan kontrol gerakan (Rahayu, 1992). Dalam upaya
melakukan penghambatan maka perlu adanya penguasaan teknik pemegangan
(Key Point of Control) (Suyono, 1992). Bentuk latihannya antara lain :
a) Mobilisasi trunk
Menurut Davies (1990) salah satu latihan melalui mekanisme reflek postural
adalah mobilisasi trunk seperti gerakan fleksi, ektensi, dan rotasi trunk. Latihan
mobilisasi trunk merupakan komponen keseimbangan serta akan menghambat
pola spastisitas melalui gerakan rileksasi dari trunk.. Salah satunya adalah latihan
rotasi trunk, gerak rotasi merupakan komponen gerak yang sangat penting untuk
menunjang fungsi tubuh (Suyono, 1992).
b) Latihan menghambat pola spastisitas anggota gerak atas dan bawah
Latihan menghambat pola spastisitas seperti latihan menghambat spastisitas
pada lengan dan tungkai serta latihan mengontrol tungkai. Latihan ini bertujuan
untuk menurunkan spastisitas serta dapat melakukan gerakan yang selektif hingga
menuju ke aktivitas fungsional seperti latihan menghambat ektensor tungkai
khususnya pada kaki untuk mempersiapkan tungkai saat berjalan agar tidak terjadi
droop foot (Davies, 1985).
3. Latihan weight bearing
Latihan weight bearing untuk mengontrol spastisitas pada ekstremitas dalam
keadaan spastis. Melalui latihan ini diharapkan mampu merangsang kembali
fungsi pada persendian untuk menyangga. Latihan ini berupa mengenalkan
kembali bentuk permukaan benda yang bervariasi kepada sisi yang lumpuh agar
kembali terbentuk mekanisme feed back gerakan yang utuh (Rahayu, 1992 ).
Latihan weight bearing dapat dilakukan saat duduk dan berdiri. Latihan
weight bearing saat duduk bisa melakukan gerak menumpu berat badan ke
belakang, depan dan samping kanan serta kiri. Sedangkan latihan weight bearing
saat berdiri bisa melakukan gerakan menumpu berat badan kedepan dan belakang.
Latihan weight bearing saat berdiri bertujuan untuk mempersiapkan latihan
berjalan agar tidak ada keraguan dalam melangkah karena adanya spastisitas
(Davies, 1985).
4. Latihan keseimbangan dan koordinasi
Latihan keseimbangan dan koordinasi pada pasien stroke stadium recovery
sebaiknya dilakukan dengan gerakan aktif dari pasien dan dilakukan pada posisi
terlentang, duduk dan berdiri. Latihan aktif dapat melatih keseimbangan dan
koordinasi untuk membantu pengembalian fungsi normal serta melalui latihan
perbaikan koordinasi dapat meningkatkan stabilitas postur atau kemampuan
mempertahankan tonus ke arah normal (Pudjiastuti, 2003). Latihan keseimbangan
dan koordinasi pada pasien stroke non haemoragik stadium recovery dapat dilakukan secara bertahap dengan peningkatan tingkat kesulitan dan penambahan
banyaknya repetisi.
Latihan keseimbangan dapat dilakukan pada posisi duduk dan berdiri.
Latihan ini merupakan latihan untuk meningkatkan reaksi keseimbangan
equilibrium berbagai keadaan serta merupakan komponen dasar dalam
kemampuan gerak untuk menjaga diri, bekerja dan melakukan berbagai kegiatan
dalam kehidupan sehari-hari (Davies, 1985). Latihan keseimbangan dan
koordinasi merupakan latihan yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan
gerak volunter (Rahayu, 1992).
5. Latihan fungsional
Pada pasien stroke non haemoragik stadium recovery terjadi gerak anggota
tubuh yang lesi dengan total gerak sinergis sehingga dapat membatasi dalam gerak
untuk aktivitas fungsional dan membentuk pola abnormal (Rahayu, 1992).
Latihan fungsional dimaksudkan untuk melatih pasien agar dapat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri tanpa menggantungkan penuh
kepada orang lain. Latihan fungsional berupa latihan yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Jika latihan fungsional dilakukan berulang – ulang akan
menjadikan pengalaman yang relatif permanen atau menetap dan akhirnya akan
menjadi sebuah pengalaman gerak yang otomatis (Suyono, 1992).
Latihan fungsional seperti latihan briging, latihan duduk ke berdiri dan
latihan jalan. Latihan briging untuk mobilisasi pelvis agar dapat stabil dan
menimbulkan gerakan ritmis saat berjalan (Johnstone, 1987). Latihan duduk ke berdiri merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot tungkai dan
mempersiapkan latihan berdiri (Davies, 1985). Latihan jalan merupakan
komponen yang sangat penting agar pasien dapat melakukan aktivitas berjalan
dengan pola yang benar (Davies, 1985).