Assalamu'alaikum silahkan kirim hasil dari praktikum
Waalaikumsalam, izin mengumpulkan tugas buu
waalaikumsalam wr wb
baik bu
nama : nur hafniaty z napu
nim : 1810301119
kasus skenario 1
seorang remaja 17 tahun mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan terjadinya Epidural Hematoma. Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. Sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe.Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan pasien koma.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
2. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
3. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
4. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
Penatalaksanaan/ intervensi :
1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.
2. Pemasangan collar brace.
3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
Pada kasus skenario 1 pasien juga mengalami fraktur 1/3 tibia dextra. Kondisi ini terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang tibia.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan Fisioterapi meliputi pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dsb.
Penatalaksanaan pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :
- Tindakan non operatif :
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
- Tindakan operatif :
1. Intermedullary Nailing
2. ORIF (open reduction with internal fixation)
3. OREF (open reduction with external fixation)
3. Fiksasi internal standar
4. Ring Fixator
Penatalaksanaan / intervensi :
1. Latihan gerak aktif untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot.
2. Static kontraksi untuk mengurangi oedem.
3. Latihan pasif untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.
Waalaikumsalam wr wb.
Fira Rezalita 1810301125
Pada kasus skenario 1 terjadi kecelakaan seorang remaja 17 tahun menyebabkan terjadinya Epidural Hematoma. Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma.
Sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe.
Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan pasien koma.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
2. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
3. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
4. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
Penatalaksanaan :
1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.
2. Pemasangan collar brace.
3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
Pada skenario 1 juga pasien mengalami fraktur 1/3 tibia dextra. Kondisi ini terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang tibia.
Pemeriksaan :
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan Fisioterapi meliputi pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dsb.
Penatalaksanaan pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :
- Tindakan non operatif :
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
- Tindakan operatif :
1. Intermedullary Nailing
2. ORIF (open reduction with internal fixation)
3. OREF (open reduction with external fixation)
3. Fiksasi internal standar
4. Ring Fixator
Penatalaksanaan Fisioterapi bisa diberikan intervensi berupa :
1. Latihan gerak aktif untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot.
2. Static kontraksi untuk mengurangi oedem.
3. Latihan pasif untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.
Komang Adutya Rahadian
1810301142
A. Patologi
TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Jenis traumanya itu sendiri terdiri oleh trauma kepala tertutup dan terbuka.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan :
- Mengecek Vital Sign
- IPPA
- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS
- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi
- Pemeriksaan sensorik dan refleks
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera.
- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
- Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
- EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
C. Intervensi
Tujuan FT pada masa akut
• Memonitor level kesadaran dan tanda vital
• Manajemen status paru
• Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra. Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM & panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
• Latihan gerakan normal, gerakan aktif sedini mungkin begitu pasien dinyatakan stabil (BP & ICP stabil)
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh baik ibu, izin mengumpulkan tugas
Waalaikumsalam, izin mengumpulkan tugas PR BU
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Dimas Taufan Nur S
1810301145
Izin mengumpulkan jawaban
> Patologi
TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Jenis traumanya itu sendiri terdiri oleh trauma kepala tertutup dan terbuka.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
> Pemeriksaan dan Penatalaksaan Fisioterapis
- Pemeriksaan
Pemeriksaan TBI bisa diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi
TBI didasarkan pada kerusakan struktural akibat trauma berdasarkan pemeriksaan
radiologi dan temuan klinis seperti periode kehilangan kesadaran (pingsan)
pascatrauma, penurunan kesadaran, amnesia, dan skor Glasgow coma scale segera setelah trauma.
- Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
- CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
- EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
- Intervensi
1. Breathing exercise
Berfungsi untuk meningkatkan otot diafragma yang lemah, penurunan ekspansi thorks, penurunan daya tahan serta kelelahan dapat menghambat program terapi.
2. Passive ROM exercise
Berfungsi untuk mengurangi komplikasi immbolisasi dengan
Tujuan :
a. Mempertahankan elastisitas mekanik otot
b. Menurunkan nyeri
c. Membantu mempertahankan gerakan pasien
3. Stretching Merengangkan otot
Berfungsi untuk meningatkan fleksibilitas otot, meningkatkan jangkauan gerakan persendian.
4. Electrical Muscle Stimulation Menggunakan arus lisrtik untuk merangsang otot. Pulse listrik merangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami.
5. Positioning
Berfungsi untuk mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia.
Waalaikumussalam bu
Sisi Milandri 1810301122
SKENARIO GENAP:
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepedamotor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasilradiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menujuke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Dan fraktur padaradius sinistra.
Pertanyaan: Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawab:
1. Patologi
Adanya cedera kepala yang menyebabkan kerusakan strukstur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembulug darah, pemdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cederakepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapatmemberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadiakibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epiduralhematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdurahematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengansubaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensikarena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
2. Pemeriksaan :
• Assesment Subyektif : Keluhan Utama, riwayar penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu
• Assesment Obyektif : Vital Sign, Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukskultasi
• Pemeriksaan Spesifik : Tingkat Kesadaran: GCS( Glasgow Cma Scale), Motorik Test, pemeriksaan sensorik dan Reflek Test, Pemeriksaan tonus otot dengan Asword Scale, Gangguan Activity Daily Living dengan Index Bartel.
Pemeriksaan Penunjang :
• Radiografi cranium
• Computed Tomography (CT-Scan)
°Magnetic Resonance Imaging (MRI)
~pemeriksaan coordinasi
°finger to nose test
°hell to shin test
~Pemeriksaan nyeri
°VAS
3.Penatalaksanaan fisioterapi
•Tujuan fisioterapi
a.Jangka pendek
°Meningkatkan postural
°control (core stability)"
°Mengurangi spastic dengan
°inhibisi meningkatkan motor control (balance, speed dan coordination).
°persiapan ambulasi maintenance & memelihara lingkup gerak sendi memelihara fleksibilitas otot
b.Tujuan jangka panjang
"fungsional activity"
•Intervensi/Treatment fisioterapi
-motor control and function
Supportive seating and standing pasien dengan Traumatic Brain Injury tidak mampu menjaga keseimbangansaat duduk.mempertahankan postur tegak membantu mencegah osteopenia kehilangan massa otot dan kardiovaskular yang normal. membantu duduk dan berdiri juga akan meningkatkan tonus postural proprioseptif danmempertahankan jangkauan dan keselarasan sendi.3 postural training merupakan prekursor penting untuk gait edukasi.
- supportive seating and standing membantu untuk menjaga trunk dan kepala dalam posisi yang baik.Saat stabilitas trunk membaik sistem yang mendorong gerakan yang lebih aktif dapat untuk mencapaidinamis keseimbangan dalam duduk dan berdiri.Inhibisi spasticInhibisi disini menggunakan
-Reflex Inhibiting pattern
yang bertujuanuntuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang abnormal danreaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal Alat bantu menggunaan alat bantu orthoses seperti ankle foot orthoses atau hand splints dapat membantu beberapa orang untuk menjaga posturnormal dan stabilitas selamapengunaan sesuai fungsi.orang-orang dengan masalah mobilitas harus di pertimbangkan untuk berjalan tepat atau berdiribantu untuk meningkatkanstabilitas yang mungkin termasuk pergelangan kaki orthoses.
-Recovery memulihkan mobilitas adalah tujuan penting bagiorang-orang yang bergerak setelahTBI dan merupakan faktor kunci dalam mendapatkan kembali kemandirian fungsional. Selain gangguan neurologis yang timbul langsung dari TBI orang yang telah sadar atau tidak bergerak untuk waktu yang signifikan kehilangan massa otot dan kebugaran kardiovaskular dan ini harus tepat ditangani dalam hal kapasitas fisik dari individu.Ketika merencanakansebuah program untuk meningkatkan kontrol motorik dan kebugaran umum berikut