Nama : Winda Fahiratunnisa
NIM : 1810301175
Kelas : 6/C4 Fisioterapi s1
1. No NIM Gasal : Seorang remaja usia 17 tahun mengalami kecelakaan tunggal pada dini hari. Lalu di bawa ke RS terdekat di lakukan pemeriksaan secara umum dan radiologi di dapat adanya epidural hemotoma, Kesadaran koma, disertai fraktur pada 1/3 tibia dextra.
Pertanyaan:
1. Jelaskan patologi cedera
2. Jelaskan pemeriksaannya
3. Bagaimana rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawaban :
1. Patologi cedera TBI.
saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron.
Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer.
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya.
Proses cedera sekunder terdiri dari:
- Eksitoksisitas, neuron yang rusak mengeluarkan glutamat ke ruang ekstraseluler dan menstimulasi reseptor N-methyl-d-aspartate (NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) berlebihan sehingga terjadi peningkatan radikal bebas dan nitrit oksida dan faktor transkripsi untuk kematian sel
- Stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya akumulasi Ca2+ intraseluler di dalam mitokondria
- Disfungsi mitokondria, kerusakan oksidatif yang dimediasi oleh peroksida lemak menyebabkan terganggunya rantai transpor elektron dan pembentukan ATP sehingga memicu apoptosis sel
- gangguan pada sawar darah-otak, permeabilitas sawar darah-otak meningkat. Akibatnya molekul besar hingga leukosit dapat masuk ke jaringan otak dan menyebabkan tekanan osmosis jaringan otak meningkat
- Inflamasi, neuroinflamasi melibatkan sel imun, mikroglia, sitokin, faktor kemotaktik yang mengeksaserbasi kematian sel neuron.
2. Pemeriksaan :
1. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
2. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
3. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kemampuan keseimbangan, gerak, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepalanya.
a. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
b. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
c. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
d. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
3. Penatalaksanaan fisioterapi :
a. Sebuah tindakan operatif akan dilakukan apabila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
b. Sirkulasi Resusitasi airway, breathing.
c. Pemasangan collar brace.
Penatalaksanaan FT untuk fraktur 1/3 tibia dextra.
-Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) bertujuan untuk mengetahui fraktur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
- pemeriksaan
• oedem
• pemeriksaan kekuatan otot
• pemeriksaan nyeri
• pemeriksaan LGS.
- Rontgen untuk mengetahui lokasi fraktur.
Intervensi fraktur 1/3 tibia dextra :Tindakan non operatif :
-Reduksi
adalah terapi fraktur yg dilakukan dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan/traksi.
-Imobilisasi
Yaitu dulakukan dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
-Pemeriksaan penyembuhan, pasien akan di evaluasi dgn pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu.
Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot quadrisep yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
Tindakan operatif :
-ORIF (open reduction with internal fixation)
-OREF (open reduction with external fixation)
-Fiksasi internal standar
-Ring Fixator terapi latihan berupa:
-Active exercise, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot
-Static contraction, untuk mengurangi oedem
-Passive exercise, untuk meningkatkan LGS pasien.