6C4
Epidural Hematoma (EDH) adalah hematoma di ruang potensial antara tabula interna tulang kalvarium dan duramater.
Cedera kepala terbanyak disebabkan oleh proses akselerasi dan deselerasi, sedangkan pada EDH oleh trauma langsung pada kepala yang menyebabkan fraktur tulang kalvarium, rupturnya arteri dan vena meningeal media, vena diploik atau sinus vena. Disertai terlepasnya perlekatan duramater sehingga terbentuk hematoma di ruang potensial antara tabula interna tulang kalvarium dan duramater, sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe.
Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan dapat terjadi koma.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
2. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
3. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
4. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
Penatalaksanaan :
1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.
2. Pemasangan collar brace.
3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
Penatalaksanaan FT pada fraktur 1/3 tibia dextra.
Pemeriksaan :
-Rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
-Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
-Pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dll.
Intervensi pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :
A) Tindakan non operatif :
-Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
-Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
-Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
B) Tindakan operatif :
-Intermedullary Nailing
-Ring Fixator
-ORIF (open reduction with internal fixation)
-OREF (open reduction with external fixation)
-Fiksasi internal standar
Fisioterapi juga dapat memberikan intervensi terapi latihan berupa:
-Active exercise, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot
-Static contraction, untuk mengurangi oedem
-Passive exercise, untuk meningkatkan LGS pasien.
Nama : Fitria Hasannah N
Nim : 1810301172
Patologi pada TBI : Pada saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron.
Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer.
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya.
Pemeriksaan pada TBI : Penilaian yang dilakukan untuk TBI hanya berdasarkan penilaian klinis hasil pemeriksaan radiologi seperti computed tomography scanning (CT Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI). CT Scan kepala mempunyai sensitivitas yang rendah dan membuat pasien terpapar radiasi.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada TBI :
A. Breathing exercise Untuk meningkatkan otot diafragma yang lemah, penurunan ekspansi thorks, penurunan daya tahan serta kelelahan dapat menghambat program terapi.
B. Passive ROM exercise Untuk mengurangi komplikasi immbolisasi dengan tujuan : - Mempertahankan elastisitas mekanik otot - Menurunkan nyeri - Membantu mempertahankan gerakan pasien
C. Stretching Merengangkan otot untuk meningatkan fleksibilitas otot, meningkatkan jangkauan gerakan persendian
D. Electrical Muscle Stimulation Menggunakan arus lisrtik untuk merangsang otot. Pulse listrik merangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami.
E. Positioning Untuk mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Assalamualaikum ibu. Izin mengumpulkan tugas 🙏
A. Patologi Pada saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron. Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran Cedera kepala didasarkan pada proses patofisiologi dibagi menjadi dua yang didasarkan pada asumsi bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan fisik yang lalu diikuti proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat permanen. Dari tahapan itu, dikelompokkan cedera kepala menjadi dua Cedera Otak Primer Cedera otak primer adalah akibat cedera langsung dari kekuatan mekanik yang merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur, robek, memar, dan perdarahan). Cedera ini dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi, kompresi, dan distensi akibat dari akselerasi atau deselerasi.
B. Pemeriksaan TBI bisa diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi TBI didasarkan pada kerusakan struktural akibat trauma berdasarkan pemeriksaan radiologi dan temuan klinis seperti periode kehilangan kesadaran (pingsan) pascatrauma, penurunan kesadaran, amnesia, dan skor Glasgow coma scale segera setelah trauma. -Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat. -CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak. - EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
C. Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi Terapeutik Tujuan untuk membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk efekif untuk pasien
2. Breathing exercise Untuk meningkatkan otot diafragma yang lemah, penurunan ekspansi thorks, penurunan daya tahan serta kelelahan dapat menghambat program terapi.
3. Passive ROM exercise Untuk mengurangi komplikasi immbolisasi dengan tujuan : - Mempertahankan elastisitas mekanik otot - Menurunkan nyeri - Membantu mempertahankan gerakan pasien
4. Stretching Merengangkan otot untuk meningatkan fleksibilitas otot, meningkatkan jangkauan gerakan persendian
5. Electrical Muscle Stimulation Menggunakan arus lisrtik untuk merangsang otot. Pulse listrik merangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami.
6. Positioning
Untuk mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
SKENARIO:
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepedamotor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasilradiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menujuke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Dan fraktur padaradius sinistra.
Pertanyaan: Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawab:
Patologi:
Hematoma epidural, juga disebut hematoma ekstradural, sejenis cedera kepala yang melibatkan perdarahan ke dalam ruang antara tengkorak dan dura mater, lapisan terluar dari struktur pelindung yang mengelilingi otak. Ini dapat terjadi ketika kekuatan traumatis yang diterapkan pada kepala cukup untuk menyebabkan deformitas tengkorak dan kerusakan pada arteri meningeal tengah yang mendasarinya. Tekanan darah tinggi yang berasal dari sirkulasi arteri menyebabkan dura mater terpisah dari tengkorak, menciptakan hematoma berbentuk lensa klasik yang dapat berkembang dengan cepat, memberikan tekanan yang signifikan pada otak. Ini adalah jenis cedera kepala yang relatif jarang tetapi sangat serius dan dapat menyebabkan kecacatan atau kematian yang signifikan. Pengenalan dini terhadap tanda-tanda peringatan dan perhatian medis yang cepat sangat penting untuk hasil yang baik.
Tanda pertama cedera terjadi tak lama setelah benturan di kepala dan biasanya melibatkan perubahan kesadaran. Perubahan ini dapat menjangkau spektrum dari kebingungan ringan hingga kehilangan kesadaran total. Jika orang yang cedera tetap sadar, dia sering kali memiliki banyak tanda dan gejala yang biasanya terlihat pada gegar otak, seperti sakit kepala, mual, pusing, dan kurang koordinasi. Presentasi klasik dari hematoma epidural, bagaimanapun, melibatkan apa yang dikenal sebagai interval lucid. Setelah penurunan kesadaran awal, yang dapat berlangsung selama beberapa menit, orang yang cedera dapat meningkat secara signifikan atau bahkan sepenuhnya. Selama waktu ini, pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara normal, dan orang yang cedera mungkin tampak tidak terpengaruh. Pada tahap ini, hematoma epidural masih cukup kecil untuk menjadi asimtomatik. Namun, saat ia mengembang, tekanan yang meningkat di dalam tengkorak menempatkan otak pada risiko, yang menyebabkan kembalinya gejala dengan cepat. Perluasan hematoma yang berkelanjutan kemudian dapat menyebabkan gejala progresif cepat, koma, dan bahkan kematian.
Perlu dicatat bahwa tanda dan gejala hematoma epidural serupa dengan cedera kepala lainnya, termasuk gegar otak. Seringkali, perbedaan utama terletak pada perjalanan waktu gejala. Jika ada orang yang terluka mengalami gejala baru beberapa menit setelah dampak yang disaksikan atau jika ada yang dirasakan memburuk secara klinis, layanan medis darurat harus segera diberitahukan.
Pemeriksaan:
Assesment Subyektif: Keluhan Utama, riwayar penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu
Assesment Obyektif: Vital Sign, Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukskultasi
Pemeriksaan Spesifik: Tingkat Kesadaran: GCS( Glasgow Cma Scale), Motorik Test, Reflek Test, Pemeriksaan tonus otot dengan Asword Scale, Gangguan Activity Daily Living dengan Index Bartel.
Pemeriksaan Penunjang;
Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
Penataklaksanaan(Intervensi) Fisisoterapi:
• Mengembalikan aktivitas fungsional penderita agar bisa kembali bekerja seperti biasanya
• Memperbaiki postur tubuh
• Melatih keseimbangan
• Melatih pola jalan
• Melatih Finger Motor Finger
• Positioning
• limb restraints
• Splinting
• Passive sterch
• Sensory Stimulation
A. Patologi
TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Jenis traumanya itu sendiri terdiri oleh trauma kepala tertutup dan terbuka.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan :
- Mengecek Vital Sign
- IPPA
- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS
- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi
- Pemeriksaan sensorik dan refleks
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera.
- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
- Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
- EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
C. Intervensi
Tujuan FT pada masa akut
• Memonitor level kesadaran dan tanda vital
• Manajemen status paru
• Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra. Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM & panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
• Latihan gerakan normal, gerakan aktif sedini mungkin begitu pasien dinyatakan stabil (BP & ICP stabil)
Assalamualaikum ibu, izin mengumpulkan hasil praktikum
Nama : Wulan Anggreini Kadir
NIM :1810301174
Nama : Ali Imran
NIM : 1810301159
Padada kasus skenario 1 terjadi kecelakaan seorang remaja 17 tahun menyebabkan terjadinya Epidural Hematoma. Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma.
Sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe.
Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan pasien koma.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
2. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
3. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
4. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
Penatalaksanaan :
1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.
2. Pemasangan collar brace.
3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
Pada skenario 1 juga pasien mengalami fraktur 1/3 tibia dextra. Kondisi ini terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang tibia.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan Fisioterapi meliputi pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dsb.
Penatalaksanaan pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :
- Tindakan non operatif :
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
- Tindakan operatif :
1. Intermedullary Nailing
2. ORIF (open reduction with internal fixation)
3. OREF (open reduction with external fixation)
3. Fiksasi internal standar
4. Ring Fixator
Penatalaksanaan Fisioterapi bisa diberikan intervensi berupa :
1. Latihan gerak aktif untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot.
2. Static kontraksi untuk mengurangi oedem.
3. Latihan pasif untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.
Nama : Firdona Adi Putra
Nim : 1810301185 / Genap
Skenario
1. No NIM Genap: Tn.X usia 30 tahun terserempet sepeda motor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasil radiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menuju ke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Dan fraktur pada radius sinistra.
Patologi TBI
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.
Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas akibat percepatan, perlambatan dan rotasi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa menimbulkan kompresi dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam.
Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu benda yang keras, maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat benturan dan pada sisi yang berlawanan. Pada tempat benturan terdapat tekanan yang paling tinggi, sedang pada tempat yang berlawanan terdapat tekanan negatif paling rendah sehingga terjadi rongga dan akibatnya dapat terjadi robekan.
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila gencetannya hebat tentu saja dapat mengakibatkan hancurnya otak.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan :
- Mengecek Vital Sign
- IPPA
- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS
- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi
- Pemeriksaan sensorik dan refleks
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah
cedera.
- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan,
kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
- Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
- EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
C. Intervensi
Tujuan FT pada masa akut
• Memonitor level kesadaran dan tanda vital
• Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuan saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra.
Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM &
panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
• Latihan gerakan normal, gerakan aktif sedini mungkin begitu pasien dinyatakan stabil (BP & ICP stabil)
Re: PR 7 Fisioterapi pada TBI
1.a patologi dari cedera nya ini adalah sebuah epidural hematoma. Terjadinya sebuah cedera pada area kepala korban yang mengalami pendarahan di otaknya.. khususnya pada bagian duramater dan araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal. Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan sinus dural adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini seringkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin terdapat sedikit darah di dalam rongga subaraknoid. Anak-anak ( karena anak-anak memiliki vena-vena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak ( karena memiliki vena-vena penghubung yang lebih panjang ) memiliki resiko yang lebih besar. Akibatnya timbullah gejala seperti kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar disekitar mata dan dibelakang telinga. Selain itu pasien bila terdapat trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat tersebut gejala yang terasa cuma pusing. Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur. Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang. Jika volume kecil akan menyebabkan kapsul terbentuk lagi >> menimbun cairan >> ruptur lagi >> re-bleeding. Begitu seterusnya sampai suatu saat pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba atau hanya pelo atau lumpuh tiba-tiba.
b. pemeriksaan
· pemeriksaan yang di lakukan adalah CT-scan dan MRI.
· Pemeriksaan sensibilitas
· Pengecekan kesadaran
· Pemeriksaan tonus otos
· Hasil vital sign dari monitor pasien
c. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Pra – op
a) Mempertahankan fungsi tubuh yang lain, seperti memberikan gerakan dan sensasi pada area anggota gerak tubuh. Gerakan pasif.
b) Positioning
c) Selalu di ajak ngobrol saat pengobatan, untuk pemberian rangsang suara terkait kesadaran pasien.
d) Perawatan kulit dan mata
e) Monitoring aktifitas seizure
2. Post – op
a) Melakukan hal yang sama saat pre-op
b) Peningkatan kekuatan otot
c) Pengajaran posisitioning bagi pasien saat mulai ada kesadaran
d) Gerakan aktif pasif
e) Positioning
f) Splinting/casting
g) Prolong passive stretch
h) Chest physiotherapy
i) Sensory stimulation
j) Mengajarkan positioning, ROM dan sensory stimulation
A. Patologi
TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematomp pasienyang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsifmemproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan,dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar danp patahtulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasia akselerasidan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan :
- Mengecek Vital Sign
- IPPA
- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS
- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi
- Pemeriksaan sensorik dan refleks
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah
cedera.
- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan,
kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
- Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
- EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
C. Intervensi
Tujuan FT pada masa akut
• Memonitor level kesadaran dan tanda vital
• Manajemen status paru
• Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra.
Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM &
panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
• Latihan gerakan normal, gerakan aktif sedini mungkin begitu pasien dinyatakan stabil (BP & ICP stabil)
Epidural Hematoma (EDH) adalah hematoma di ruang potensial antara tabula interna tulang kalvarium dan duramater.
Cedera kepala banyak disebabkan oleh proses akselerasi dan deselerasi, sedangkan EDH karena trauma langsung pada kepala yang menyebabkan fraktur tulang kalvarium, rupturnya arteri dan vena meningeal media, vena diploik atau sinus vena. Yang disertai terlepasnya perlekatan duramater sehingga terbentuk hematoma di ruang potensial antara tabula interna tulang kalvarium dan duramater, sumber perdarahan terbanyak bersumber dari perdarahan arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe.
Terjadi tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke farmasio retikularis medula oblongata yang menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dan dapat terjadi koma.
Untuk Pemeriksaan :
1. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
2. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
3. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
4. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
Penatalaksanaan :
1. Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi.
2. Pemasangan collar brace.
3. Tindakan operatif dilakukan bila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
Penatalaksanaan FT pada fraktur 1/3 tibia dextra.
Pemeriksaan :
-Rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
-Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
-Pemeriksaan nyeri, pemeriksaan oedem, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan LGS, dll.
Intervensi pada fraktur 1/3 tibia dextra yaitu :
A) Tindakan non operatif :
-Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
-Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
-Pemeriksaan dalam masa penyembuhan Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot quadrisep yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
B) Tindakan operatif :
A. Intermedullary Nailing
B. Ring Fixator
C. ORIF (open reduction with internal fixation)
D. OREF (open reduction with external fixation)
E. fiksasi internal standar
Intervensi fisioterapi dapat berupa :
-Active exercise, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot
-Static contraction, untuk mengurangi oedem
-Passive exercise, untuk meningkatkan LGS pasien
Assalamu'alaikum bu
Nama : Anida Qurrota A'yun/1810301176
Patologi :
Closed Head Injuries: Cedera ini akibat dari benturan dikepala.
Terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron.
Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer.
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya. Proses cedera sekunder terdiri dari:
Eksitoksisitas, neuron yang rusak mengeluarkan glutamat ke ruang ekstraseluler dan menstimulasi reseptor N-methyl-d-aspartate (NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) berlebihan sehingga terjadi peningkatan radikal bebas dan nitrit oksida dan faktor transkripsi untuk kematian sel
Stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya akumulasi Ca2+ intraseluler di dalam mitokondriaDisfungsi mitokondria, kerusakan oksidatif yang dimediasi oleh peroksida lemak menyebabkan terganggunya rantai transpor elektron dan pembentukan ATP sehingga memicu apoptosis selgangguan pada sawar darah-otak, permeabilitas sawar darah-otak meningkat. Akibatnya molekul besar hingga leukosit dapat masuk ke jaringan otak dan menyebabkan tekanan osmosis jaringan otak meningkatInflamasi, neuroinflamasi melibatkan sel imun, mikroglia, sitokin, faktor kemotaktik yang mengeksaserbasi kematian sel neuron Dapat diambil kesimpulan cedera pada kasus ini berawal dari cedera primer dan merembet ke sekunder Krn terdapat sumbatan pada arteri menuju otak, dan menyebabkan penurunan kesadaran spt pingsanPemeriksaan :
CT scan : memeriksa apakah ada cedera sekunder spt tekanan intracranial/sumbatan darah
PEMERIKSAAN KHUSUS
Fungsional Activity
Activities Daily Living (ADL)
Functional Assessment Measure (FAM) and Functional Independence Measure (FIM) scale
General condition
Communication
Body fungtions and structures
Sensation, perception, and learned nonuse
Pain: Visual Analog Scale
GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsang.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan.Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus TBI, maka didapatkan hasil : GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan) , GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang), GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat).
Functional Independence Measure (FIM) scale
Functional Independence Measure (FIM) scale digunakan fisik dan cognitive disability.
Scoring: Item yangnilai pada tingkat bantuan yang diperlukan bagi seorang individu untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Skala meliputi18 item, dimana 13 itemdomain fisik berdasarkan Indeks Barthel dan 5 item item kognisi.Setiap item mencetak dari 1 sampai 7 berdasar kantingkat kemandirian, dimana 1merupakan ketergantungan total dan 7 menunjukkan kemandirian penuh. skaladapat diberikan oleh dokter, perawat, terapis atau orang awam. mungkinskor berkisar 18-126, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan kemandirian.
Barthel Index of Activities of Daily Living
Pilih titik skor untuk pernyataan yang paling mendekati sesuai dengan tingkat saat pasien kemampuan untuk masing-masing berikut 10 item. Mencatat sebenarnya, tidak potensial, berfungsi. Informasi dapat diperoleh dari laporan diri pasien, dari pihak berbeda yang terbiasa dengan kemampuan pasien(seperti relatif), atau daripengamatan.
Alignment posture (Quantitative Postural Assessment)
Posture Assessment Grid
Posture grid untuk memberikan isyarat visual yang cepat postur individu untuk membantu dalam mengoreksi penyimpangan postural, dan pendidikan pada postur tubuh yang tepat.
Balance (Berg Balance Scale)
Berg Balance Scale adalah untuk mengukur keseimbangan dan penurunan berfungsi keseimbangan dengan menilai kinerja tugas fungsional
Penatalaksanaan :
• Positioning
• Splinting/casting
• Prolong passive stretch
• Chest physiotherapy
• Sensory stimulation, propioseptif
• Mengajarkan positioning, ROM dan sensory stimulation, transfer ambulancy
Fraktur humerus sinistra
Immobilisasi : ORIF/OREF
Post op:
- breathing exercise
- passive movement
- Active movement
- isometric exercises
-hold and contract relax
Nama : Winda Fahiratunnisa
NIM : 1810301175
Kelas : 6/C4 Fisioterapi s1
1. No NIM Gasal : Seorang remaja usia 17 tahun mengalami kecelakaan tunggal pada dini hari. Lalu di bawa ke RS terdekat di lakukan pemeriksaan secara umum dan radiologi di dapat adanya epidural hemotoma, Kesadaran koma, disertai fraktur pada 1/3 tibia dextra.
Pertanyaan:
1. Jelaskan patologi cedera
2. Jelaskan pemeriksaannya
3. Bagaimana rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawaban :
1. Patologi cedera TBI.
saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron.
Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer.
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya.
Proses cedera sekunder terdiri dari:
- Eksitoksisitas, neuron yang rusak mengeluarkan glutamat ke ruang ekstraseluler dan menstimulasi reseptor N-methyl-d-aspartate (NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) berlebihan sehingga terjadi peningkatan radikal bebas dan nitrit oksida dan faktor transkripsi untuk kematian sel
- Stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya akumulasi Ca2+ intraseluler di dalam mitokondria
- Disfungsi mitokondria, kerusakan oksidatif yang dimediasi oleh peroksida lemak menyebabkan terganggunya rantai transpor elektron dan pembentukan ATP sehingga memicu apoptosis sel
- gangguan pada sawar darah-otak, permeabilitas sawar darah-otak meningkat. Akibatnya molekul besar hingga leukosit dapat masuk ke jaringan otak dan menyebabkan tekanan osmosis jaringan otak meningkat
- Inflamasi, neuroinflamasi melibatkan sel imun, mikroglia, sitokin, faktor kemotaktik yang mengeksaserbasi kematian sel neuron.
2. Pemeriksaan :
1. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
2. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
3. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kemampuan keseimbangan, gerak, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepalanya.
a. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kemampuan bergerak, keseimbangan, hingga sensorik pasien yang baru saja mengalami cedera bagian kepala.
b. Tes neurologis digunakan untuk memeriksa kondisi fungsi sistem saraf pusat.
c. CT Scan atau MRI untuk memeriksa tulang tengkorak dan jaringan lunak yang ada pada otak.
d. EEG juga akan dilakukan untuk menilai aktivitas listrik yang terjadi pada otak.
3. Penatalaksanaan fisioterapi :
a. Sebuah tindakan operatif akan dilakukan apabila gejala simptomatik serta gambaran CT Scan ketebalan lebih dari 1 cm serta pergeseran midline lebih dari 0,5 cm.
b. Sirkulasi Resusitasi airway, breathing.
c. Pemasangan collar brace.
Penatalaksanaan FT untuk fraktur 1/3 tibia dextra.
-Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) bertujuan untuk mengetahui fraktur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
- pemeriksaan
• oedem
• pemeriksaan kekuatan otot
• pemeriksaan nyeri
• pemeriksaan LGS.
- Rontgen untuk mengetahui lokasi fraktur.
Intervensi fraktur 1/3 tibia dextra :Tindakan non operatif :
-Reduksi
adalah terapi fraktur yg dilakukan dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan/traksi.
-Imobilisasi
Yaitu dulakukan dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
-Pemeriksaan penyembuhan, pasien akan di evaluasi dgn pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu.
Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot quadrisep yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal.
Tindakan operatif :
-ORIF (open reduction with internal fixation)
-OREF (open reduction with external fixation)
-Fiksasi internal standar
-Ring Fixator terapi latihan berupa:
-Active exercise, untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot
-Static contraction, untuk mengurangi oedem
-Passive exercise, untuk meningkatkan LGS pasien.