Ijin menjawab,
Solusinya adalah dengan meminta jaminan kepada peminjam. Yang dimana apabila seseorang meminjamkan uang kepada si peminjam dan meminta agunan, pada dasarnya ketika agunan itu macet, maka si peminjam akan menjual barang yang menjadi jaminannya. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, disarankan meminta barang jaminan dan membuat perjanjian. Jika terjadi kemacetan, maka si pemilik barang tadi harus menyerahkan kewenangannya kepada kita untuk menjual barang tersebut. Akan tetapi, misalnya ketika kita menjual barang tersebut untuk melunasi utang si peminjam yang berjumlah 5 juta rupiah, kemudian barang itu laku 7 juta rupiah, maka dalam hal ini yang boleh kita ambil sebagai pelunas utang si peminjam hanya 5 juta rupiah, sedangkan 2 juta rupiah (sisanya) kita pulangkan kepada si peminjam.
Alasan bahwa uang pinjaman bisa dijadikan modal usaha merupakan alasan yang biasa dipakai rentenir. Patut disadari bahwa dalam Islam, utang-piutang sejatinya merupakan transaksi sosial. Orang yang mau meminjamkan uangnya kepada orang lain berarti telah melakukan kegiatan sosial, dan orang yang mau melakukan kegiatan sosial harus siap merugi, apapun yang terjadi. Utang-piutang dalam Islam tidak boleh dijadikan sarana untuk mencari keuntungan. Jika ingin mencari keuntungan, silakan lakukan kegiatan sewa-menyewa, jual beli jasa atau barang. Dengan demikian, ditegaskan lagi bahwa jika ingin mengamankan uang yang dipinjamkan, mintalah jaminan/agunan, buatlah perjanjian untuk kemudian mencairkan/menjual barang jaminan pihak yang berutang dalam peminjaman tersebut.
Terimakasih