1. Perempuan Berkemajuan
‘Aisyiyah sebagai organisasi
perempuan Muhammadiyah, dihadirkan
untuk mewujudkan kehidupan
perempuan berkemajuan dalam seluruh aspek
kehidupan.
a.
Perspektif ‘Aisyiyah terhadap
perempuan berkemajuan
-
Perempuan berkemajuan adalah alam pikiran dan kondisi kehidupan perempuan yang maju dalam segala aspek tanpa mengalami hambatan
dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural.
-
Perempuan berkemajuan dalam
pandangan Islam adalah kehidupan perempuan yang memiliki derajat dan perlakuan yang sama mulia dengan laki-laki
tanpa diskriminasi, yang
ukuran kemuliaannya terletak
pada ketaqwaan, iman, dan
amal shaleh (Q.S
al-Hujarat [49] : 13; al-Nahl [16]: 97; al-Isra [17]:70;
al-Ahzab [33] : 35).
-
Perempuan yang berkemajuan menjalankan fungsi utama yang sama dengan laki-laki yaitu menjalankan ibadah dan kekhalifahan di muka bumi (QS dz-Dzariya[51]: 56; al-Baqarah[2]: 30; Hud[11]: 60).
-
Dalam kehidupan
perempuan berkemajuan terdapat nilai-nilai akhlak
yang utama (QS al-Qalam[68]: 4; Nur[24]: 34; dll.)
sebagaimana tujuan Nabi Muhammad diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia atau mulia atau al-akhlaq al-karimah (HR Bukhari-Muslim) yang menjadi dasar
kepribadian muslim dan muslimah, selain kemajuan di bidang alam pikiran dan kemampuan-kemampuan hidup lainnya.
-
Perempuan berkemajuan
dalam rangka mengaktualisasikan ketaqwaan,
iman, ibadah, amal shaleh, dan kekhalifahan maka berpeluang secara terbuka dan
leluasa untuk berperan
dalam seluruh ranah kehidupan, termasuk di ruang
publik dan dalam kepemimpinan di berbagai struktur kehidupan (Q.S. at-Taubah [9] : 71; an-Nisa` [4] ; 32; an-Naml [27] : 23-44).
-
Perbedaan
qodrati yang dimiliki perempuan seperti melahirkan dan menyusui
merupakan anugerah Allah SWT, tidak menghalanginya untuk berkiprah
di ruang publik sesuai sebagai
perwujudan taqwa, iman, ibadah, amal shaleh,
dan kekhalifahan. Dengan perempuan berkemajuan maka akan terjadi harmonisasi relasional antara laki-laki dan perempuan yang bersumbu pada “hablu minallah”
(hubungan vertikal dengan Allah) dan “habluminannas” (hubungan horizontal dengan sesama manusia dan lingkungan) sehingga tercipta tatanan kehidupan yang baik dan
tidak terjadi kerusakan di dalamnya
(QS Ali Imran[3]: 112).