Izin menjawab Ibu🙏🏻
1. Jelaskan terkait Autis dan ADHD
Menurut Handojo (2008:12) Autis berasal dari bahasa Yunani yaitu “auto” yang artinya sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Autis diartikan sebagai keadaan yang dikuasai oleh kecenderungan pikiran atau perilaku yang berpusat pada diri sendiri. Sedangkan Early infantile diartikan sebagai berat dalam komunikasi dan tingkah laku dan biasanya dimulai sejak lahir, khas dengan keasyikan pada diri sendiri, penolakan berat dari diri hubungan dengan orang lain, termasuk tokoh ibu. Keinginan untuk hal – hal yang sama preokupasi dengan obyek – obyek yang tidak bersenyawa dan gangguan perkembangan bahasa. Problematika yang ditemui pada kondisi autisme adalah adanya gangguan atensi pada visual dalam bidang interaksi sosial, komunikasi sosial dan imaginasi berfikir fleksibel dan bermain imaginative, gangguan sensoris, gangguan reflek, gangguan penurunan kekuatan otot, dan gangguan aktivitas fungsional berdiri dan berjalan.
Sedangkan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi tingkat atensi, aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan. Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak. 40-50% kasus ADHD menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja dan gangguan kepribadian anti-sosial. Orang dewasa dengan ADHD sering bertengkar dengan pimpinannya dan dalam melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun.
2. Sebutkan dan Jelaskan Perbedaan Antara Autis dan ADHD!
Autis :
Ada tiga karakter yang menunjukkan seseorang menderita autis, yakni social interaction yaitu kesulitan dalam melakukan hubungan sosial, kemudian social communication yaitu kesulitan dengan kemmapuan komunikasi secara verbal dan non verbal, yang terakhir imagination yaitu kesulitan untuk mengembangkan permainan dan imajinasinya (Rachmawati, 2012). Gejala-gejala ini biasanya muncul sebelum usia anak mencapai tiga tahun dan pada sebahagian anak gejalanya sudah terlihat sejak lahir. Beberapa anak penderita autisme sempat berkembang normal namun sebelum usia tiga tahun perkembangan menjadi terhenti kemudian muncul kemunduran dan mulai terlihat gejala autisme.
• Gejala/ Kriteria Diagnostik Autisme
Dalam DSM IV-TR (APA, 2000) juga menyebutkan bahwa kreteria diagnosa untuk anak yang mengalami gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Total enam (atau lebih) hal dari (1), (2), dan (3) dengan sekurangnya dua dari (1), dan masing-masing satu dari (2) dan (3):
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya 2 dari berikut:
(a) Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak gerik untuk mengatur interaksi sosial
(b) Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkat perkembangan
(c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau percakapan dengan orang lain (misalnya, tidak memamerkan, membawa, ata menunjukkan benda yang menarik minat)
(d) Tidak ada timbal balik sosial atau emosional
(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi seperti yang ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut:
(a) Keterlambatan dalam atau sama sekali tidak ada, perkembangan bahasa ucapan (tidak disertai oleh usaha untuk berkompensasi melalui cara komunikasi lain seperti gerak-gerik atau mimik)
(b) Pada individu dengan bicara yang adekuat, gangguan jelas dalam kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain
(c) Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara stereotipik dan berulang
(d) Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan pura-pura sosial yang spontan yang sesuai menurut tingkat perkembangan
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut:
(a) Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya
(b) Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik atau nonfungsional
(c) Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya, menjentikkan atau memuntirkan tangan atau jari, atau gerakan kompleks seluruh tubuh)
(d) Preokupasi (keasyikan) yang sifatnya menetap terhadap bagian dari objek
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sekurangnya satu bidang berikut, dengan onset sebelum 3 tahun: (1) interkasi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3) permainan simbolik atau imaginatif.
C. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegratif masa anak-anak.
Purwati (2007) menambahkan bahwa untuk memastikan diagnosa diatas biasanya anak autisme memiliki masalah ataupun gangguan dalam beberapa bidang, diantaranya:
1. Komunikasi
a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara atau pernah berbicara tapi kemudian sirna
c. Terkadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya
d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
e. Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi
f. Senang meniru atau membeo (echolalia)
g. Bila senang, meniru/hafal benar kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
h. Sebahagian dari anak tidak berbicara (non-verbal) atau sedikit berbicara sampai usia dewasa
i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan
(misalnya bila mengiinginkan/meminta sesuatu)
2. Interaksi sosial
a. Lebih suka menyendiri
b. Sedikit atau bahkan tidak ada kontak mata, menghindar untuk bertatapan
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
d. Apabila diajak bermain ia tidak mau dan menjauh.
3. Gangguan sensoris
a. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
b. Apabila mendengar suara yang keras langsung menutup telinga
c. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
d. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola bermain
a. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
b. Tidak suka bermain dengan anak-anak sebayanya
c. Tidak kreatif dan imajinatif
d. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar
e. Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin dan roda sepeda
f. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
5. Perilaku
a. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke TV, lari atau berjalan bolak-balik dan melakukan gerakan berulang-ulang
c. Tidak suka pada perubahan
d. Terkadang duduk dengan tatapan kosong
6. Emosi
a. Sering marah-marah, tertawa dan menangis tanpa alasan yang jelas
b. Temper tantrum jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
c. Terkadang suka menyerang dan merusak
d. Terkadang anak berperilaku menyakiti dirinya sendiri
e. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Hal tersebut diatas senada dengan apa yang disampaikan oleh Budhiman (1998), yang menyatakan bahwa gejala-gejala tersebut akan semakin tampak jelas setelah anak mencapai usia 3 tahun, yaitu berupa:
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal, seperti:
a. Terlambat bicara
b. Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
c. Bila kata-kata mulai diucapkan ia tidak mengerti artinya
d. Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
e. Ia banyak meniru atau membeo (echolalia)
f. Beberapa anak sangat pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya sebagian dari anak-anak ini tetap tidak dapat bicara sampai dewasa
g. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti:
a. Menolak/ menghindar untuk bertatap mata
b. Tidak mau menengok bila dipanggil
c. Seringkali menolak untuk dipeluk
d. Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asik main sendiri
e. Bila didekati untuk diajak main ia malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku
• Pada anak autisme terlihat adanya perilaku yang berlebihan (excessive) seperti adanya hiperaktivitas motorik, tidak bisa diam, memukul-mukul pintu, mengulang suatu gerakan tertentu dan perilaku yang kekurangan (defecient) seperti duduk diam bengong dengan tatapan mata yang kosong, melakukan permainan/ gerakan yang monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang, sering duduk diam terpukau pada sesuatu hal/ benda tertentu.
• Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana
4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi
• Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat anak yang menangis ia tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu dan ada kemungkinan mendatangi anak tersebut serta memukulnya
• Kadang-kadang tertawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
• Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif
5. Gangguan dalam bidang persepsi sensoris
• Mencium-cium atau menggigit maian atau benda apa saja
• Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga
• Tidak menyukai rabaan atau pelukan
• Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar
Gejala-gejala tersebut tidak harus ada pada setiap anak dengan autisme. Pada anak dengan autisme berat mungkin hampir semua gejala diatas ada, namun pada kelompok anak yang tergolong autisme ringan hanya terdapat sebahagian saja dari gejala tersebut.
ADHD :
Sebagian besar, anak dengan Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) menunjukkan gejala utama yaitu aktivitas yang berlebihan, tidak dapat diam, selalu ingin bergerak, tidak mampu memusatkan perhatiannya dan menunjukkan impulsivitas yang mengakibatkan anak memiliki kesulitan belajar dan kesulitan berinteraksi dengan anak lain. Selain itu, gangguan ini berasal fungsi otak yang kronis, yang mengakibatkan fungsi kognitif tidak berkembang sesuai usia anak normal lainnya. Penderita gangguan ini lebih sering mengalami kesulitan mengendalikan emosi dari pada anak normal, kemampuan bertoleransi terhadap frustasi rendah dan emosinya mudah meledak (Saputro, 2009). Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktif (ADHD) merupakan salah satu Anak Berkebutuhan Khusus yang membutuhkan pelayanan khusus dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak ADHD terutama dalam mendapatkan pendidikan formal. Menurut (Sugiarmin M. B., 2006) dalam buku yang berjudul “ Memahami dan Membantu Anak ADHD” terdapat beberapa hal yang dibutuhkan anak ADHD, yaitu berkaitan dengan kebutuhan pengendalian diri, dan kebutuhan belajar. Pertama, kebutuhan pengendalian diri berkaitan dengan pengurangan atau menghilangkan hyperaktivitas, meningkatkan rentang perhatian dan pengendalian impulsivitas. Kedua, kebutuhan belajar yaitu Anak ADHD seperti anak normal lainnya membutuhkan pengembangan diri yaitu melalui belajar karena hambatan yang dialami akan pemenuhan kebutuhan belajar pada anak ADHD tidak semulus pada anak umumnya. Tanpa bantuan yang dirancang secara khusus, maka anak ADHD akan mengalami kesulitan untuk bisa belajar secara optimal dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Padahal secara umum potensi mereka memiliki tingkat kecerdasan yang relatif baik, bahkan sama seperti anak normal pada umumnya.
Menurut (Zafiera, 2007) dalam buku Anak Hiperaktif bahwa ciri anak hiperaktif atau anak dengan Attention Deficit And Hyperactivity Disorder (ADHD) diantaranya :
1. Tidak fokus
Anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa konsentrasi lebih dari lima menit. Tidak memiliki fokus yang jelas dan melakukan sesuatu tanpa tujuan dan cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik.
2. Sulit untuk dikendalikan
Anak hiperaktif memang selalu bergerak. Keinginannya harus segera dipenuhi. Tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan.
3. Impulsif
Melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Selalu ingin meraih dan memegang apapun yang ada didepannya. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dasar atau sebelum mereka berusia 7 tahun.
4. Menentang
Umumnya memiliki sikap penentang atau pembangkang atau juga tidak mau dinasehati. Penolakannya ditunjukan dengan sikap cuek.
5. Destruktif
Destruktif atau merusak barang seperti mainan yang dimainkannya dan cenderung menghancurkan sangat besar.
6. Tidak kenal lelah Sering tidak menunjukan sikap lelaj, hal inilah yang sering kali membuat orang tua kewalahan dan tidak sanggup merespon perilakunya 7. Tidak sabar dan usil Ketika bermain tidak mau menunggu giliran, tetapi langsung merebut.
Pada buku pemuda dengan gangguan hiperaktif, menurut (Brikerhoff, 2009) penyebab dari ADHD belum diketahui pasti, namun diduga kondisi demikian berkaitan dengan mutasi beberapa gen. Selain karena faktor genetik, terdapat beberapa faktor penyebab yang diantaranya keadaan kelahiran prematur, konsumsi alkohol dam rokok saat ibu hamil, terpapar timah dalam kadar tinggi dan juga kerusakan pada otak sebelum lahir. Menurut (Brikerhoff, 2009) ada 2 faktor penyebab utama adanya kelainan anak ADHD yaitu faktor genetik dan faktor kerusakan otak.
Hal tersebut membuat Anak ADHD mengalami kesulitan untuk melakukan proses tindakan atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Keadaan ini menuntut pengaturan yang memungkinkan anak dapat mengontrol diri dalam segala perbuatannya. Selain itu setiap perlakuan yang diberikan pada anak ADHD membutuhkan umpan balik yang segera dan konsisten. Hal ini penting untuk memperkuat tingkah laku yang dikehendaki dan menghindarkan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
Menurut Sugiarmin, 2006 terdapat beberapa hal yang dibutuhkan anak ADHD, yaitu pertama yang berkaitan dengan kebutuhan pengendalian diri, kedua kebutuhan belajar. Kebutuhan pengendalian diri berkaitan dengan pengurangan atau menghilangkan hiperaktivitas, peningkatkan rentang perhatian dan pengendalian impulsivitas. Beberapa kebutuhan pengendalian diri yaitu :
1) Rutinitas, struktur, dan konsistensi
2) Fokus pada hal-hal positif
3) Penjelasan sederhana dan singkat
4) Mengabaikan hal-hal yang tidak penting
3. Jelaskan terkait dengan mekanisme neuromuskuler pada anak dengan Autis.
Gen kausal ASD dapat bertindak di hulu atau hilir jalur pensinyalan WNT, BMP/TGFβ, SHH, FGF, dan RA pada vertebrata dan invertebrata. Perubahan jalur pensinyalan ini selama perkembangan otak tampaknya menyebabkan ASD dan gangguan perkembangan saraf lainnya. Studi sebelumnya mendukung kemungkinan peran jalur pensinyalan ini dalam desain target terapeutik untuk autisme. Namun, studi perkembangan sistematis diperlukan untuk mengidentifikasi jendela temporal di mana gangguan sinyal-sinyal ini memiliki dampak paling signifikan pada struktur dan fungsi otak dan mengakibatkan gangguan perilaku. Studi semacam itu juga dapat membantu dalam menjelaskan jalur pensinyalan hulu dan hilir dalam etiologi gangguan perkembangan saraf serta mekanisme di balik perilaku gangguan tertentu. Meskipun crosstalk di antara jalur pensinyalan telah dilaporkan dalam beberapa proses perkembangan dan penyakit terkait, studi serupa dalam model autistik masih kurang. Catenin dan Gli1 diatur secara negatif oleh GSK3β dan CK1α dan memiliki peran antagonis dalam mengatur TCF dan gen target hilir pada kanker usus besar metastatik. Penekan fusi kinase (Sufu), regulator negatif Gli1, telah dilaporkan mengatur distribusi -catenin dalam nukleus dan sitoplasma. Pada kanker usus besar, hilangnya PTEN atau p53 menyebabkan aktivasi baik -catenin dan Gli1. Penghambatan SMO, faktor aktif hulu Gli1, telah terbukti mengurangi tingkat -catenin aktif dan menginduksi eksklusi nuklirnya. Gli1 secara negatif mengatur Gli3R dan sebaliknya. Selanjutnya, Gli3R telah terbukti menghambat aktivitas -catenin. Transkripsi Wnt2b , Wnt4 , dan Wnt7b terbukti diinduksi. Crosstalk antara jalur TGF-β dan SHH juga telah dilaporkan pada kanker, serta proliferasi sel yang ditingkatkan siklosporin pada fibroblas gingiva manusia. Neuropilin-1 (NRP1), ko-reseptor TGF- expressed yang diekspresikan pada membran sel kanker, diketahui meningkatkan pensinyalan SMAD2/3 kanonik sebagai respons terhadap TGF-β. Selanjutnya, pensinyalan HH meningkatkan transkripsi NRP1 dan NRP1 juga dilaporkan meningkatkan aktivasi gen target HH dengan memediasi transduksi HH antara SMO yang diaktifkan dan SUFU. Sementara TGF-β penting untuk perkembangan kanker yang dimediasi SMO, perannya dalam induksi ekspresi GLI2 dan GLI1 dengan menghambat aktivitas PKA juga telah dilaporkan. Pola hierarkis crosstalk telah disarankan di mana TGF-β meningkatkan regulasi Shh dan mengarah pada ekspresi Shh yang ditingkatkan siklosporin dan proliferasi sel pada fibroblas gingiva. Crosstalk antara jalur FGF dan WNT telah diamati pada ekor ikan zebra dan perkembangan kraniofasial tikus. Regulasi positif timbal balik antara pensinyalan FGF dan WNT telah diamati. Pensinyalan WNT/β-catenin di ridge saraf anterior dan ektoderm wajah telah terbukti secara positif menargetkan Fgf8, dan -catenin GOF mengarah ke ekspresi ektopik Fgf8 di ektoderm wajah. Wnt telah dilaporkan meningkatkan pensinyalan FGF dalam cabang Mapk dengan meningkatkan level fosforilasi Erk. Selanjutnya, Fgf telah terbukti menghambat antagonis Wnt, dkk1 dan notum1a, menghasilkan peningkatan pensinyalan WNT. Mutasi LOF pada UBE3A , gen terkait ASD, mempengaruhi jalur pensinyalan WNT dan BMP, menunjukkan kemungkinan crosstalk di antara mereka. Xu dkk. lebih lanjut menunjukkan bahwa UBE3A yang berlebihan merusak plastisitas sinaptik neuron yang dimediasi RA di ASD mungkin oleh regulasi negatif ALDH1A2, enzim pembatas laju sintesis asam retinoat (RA). Madinah dkk. menyarankan bahwa sementara Nlgn3adalah target langsung dari pensinyalan WNT/β-catenin, gen terkait ASD juga dapat mengatur pensinyalan BMP. Hasil ini menunjukkan bahwa crosstalk pensinyalan di antara jalur morfogenetik dimediasi oleh gen kausal autis, sehingga menunjukkan nilai dalam studi mendalam lebih lanjut tentang interaksi antara molekul pensinyalan dalam kondisi fisiologis dan penyakit normal. Bukti telah menyarankan mekanisme spesifik jaringan di balik crosstalk pensinyalan WNT dan BMP. Selain itu, pensinyalan WNT dapat menekan pensinyalan RA selama perkembangan orofasial, sementara pensinyalan WNT secara positif mengatur pensinyalan RA di cup optik dorsal selama perkembangan mata, menyarankan mekanisme interaksi pensinyalan yang bergantung pada konteks. Oleh karena itu, interaksi antara berbagai jalur pensinyalan harus dipelajari dalam sel saraf dan sel glial untuk ASD, yang dapat membantu dalam merancang pengobatan dan menargetkan pensinyalan yang terganggu dengan cara spesifik sel. Di antara sembilan gen risiko ASD kepercayaan tinggi, hanya sedikit yang telah dipelajari sejauh ini dalam konteks jalur pensinyalan yang terganggu. Penyelidikan peran gen ASD lainnya dalam perkembangan saraf dan dalam regulasi berbagai jalur pensinyalan dapat meningkatkan pemahaman mekanisme di balik etiologi ASD. Secara keseluruhan, artikel ini mengusulkan untuk mempelajari bagaimana gen penyebab ASD yang berbeda berinteraksi dengan setiap jalur pensinyalan dalam perkembangan otak dan apakah ada crosstalk di antara mereka.
4. Jelaskan Treatment Fisioterapi dan Medis pada anak dengan Autis atau ADHD!
Autis
Medis :
Contohnya, obat antipsikotik untuk mengatasi masalah perilaku, obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang, antidepresan untuk meredakan depresi, dan melatonin untuk mengatasi gangguan tidur.
Penatalaksanaan Fisioterapi :
1. Massage therapy untuk stimulasi motorik
Stimulus dari Massage ini akan ditangkap oleh mekanoreseptor yaitu sel yang dapat mentransduksi rangsangan mekanik dan menghantarkan sinyal ke sistem saraf pusat, dan diharapkan akan menstimulasi tonus otot terutama pada anak yang kesulitan untuk mengotrol postural dan keseimbangan.Dengan adanya sentuhan atau stimulasi pada tubuh anak, maka akan terjadi dilatasi pembuluh darah dimana sirkulasi darah akan meningkat dan akan menambah energi gelombangoksigen yang lebih banyak dikirim ke otak sehingga memacu sistem sirkulasi dan respirasi menjadi lebih baik, serta juga memacu sistem kerja limfiod yang merangsang sistem kekebalan tubuh, membuat daya tahan tubuh semakin bertambah sehingga akan meningkatkan kebugaran atau energi pada tubuh anak.
2. Keseimbangan motorik kasar menggunakan Play Therapy
Dilakukannya Play therapy meniti diatas balok panjang dengan membantu anak arahan koordinasi kontak mata dan berjalan yang baik akan membuat sistem vestibular memproses informasi mengenai keseimbangan dan gerakan oleh reseptor sensorik di leher bagian atas, telinga bagian dalam, mata, dan tubuh.Dilakukannya Play therapy meniti diatas balok panjang dengan membantu anak arahan koordinasi kontak mata dan berjalan yang baik akan membuat sistem vestibular memproses informasi mengenai keseimbangan dan gerakan oleh reseptor sensorik di leher bagian atas, telinga bagian dalam, mata, dan tubuh.
3. Aproksimasi
Dengan adanya aproksimasi sendi yang terputus-putus ringan dan halus sehingga mampu memfasilitasi dan meningkatkan postural tonus melalui aktivitas sekitar sendi. Dengan upaya stimulasi bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan kekuatan otot. Tujuannya meningkatkan reaksi-reaksi pada aneka yang bertujuan untuk memelihara posisi dan pola yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatik (Fitroh Roshinah & Laila Nursaliha, 2011).
4. VR (Virtual Reality) atau yang sering juga disebut VE (Virtual Environment) adalah sebuah pengembangan teknologi komputer yang mampu mensimulasikan suatu lingkungan virtual sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungan virtual yang disimulasikan oleh komputer (Asfari, dkk 2012 dalam Bhaskara, dkk 2017).
5. Hidroterapi telah umum digunakan untuk merawat pasien autisme. Ini biasanya terjadi di kolam renang. Tekanan dan suhu air yang menekan tubuh dapat menenangkan anak autis. Air sebagai bentuk properti dapat memberikan input sensorik yang mengklaim sementara anak melakukan latihan yang dirancang untuk meningkatkan jangkauan gerak dan mobilitas secara keseluruhan. Air hangat dapat menurunkan berat badan hingga 90%, mengurangi kekuatan benturan pada tubuh, melemaskan otot dan mengurangi kelenturan, menjadikan air sebagai media yang ideal untuk merehabilitasi tubuh.
ADHD :
Manajemen medis
Perawatan bervariasi dengan usia individu dengan ADHD. Untuk anak usia 4 sampai 5 tahun, pengobatan terdiri dari terapi perilaku yang diberikan oleh orang tua dan/atau guru . Jika gejala memiliki manifestasi yang beralasan, dokter mungkin meresepkan obat, meskipun ini bukan tindakan yang paling diinginkan. Awalnya, mencoba terapi perilaku dapat memberikan keterampilan dan strategi orang tua untuk membantu anak mereka, relatif tidak ada efek samping dibandingkan dengan resep obat, dan efek jangka panjang dari pengobatan ADHD pada anak kecil belum banyak dipelajari.
Obat ADHD dapat menyebabkan masalah tidur, penurunan nafsu makan, pertumbuhan tertunda, sakit kepala/sakit perut, rebound irritability, tics, dan moodiness/irritability. Untuk anak-anak yang berusia 6-11 tahun, maka dokter harus meresepkan obat (biasanya obat perangsang), bersama dengan kemungkinan terapi perilaku orang tua dan/atau guru. Obat lebih penting di sini, meskipun terapi perilaku juga merupakan bagian penting dari manajemen.
Untuk remaja yang didefinisikan sebagai 12-18 tahun, pengobatan adalah metode utama manajemen. Juga direkomendasikan bahwa terapi perilaku juga diresepkan.
Obat stimulan sangat efektif dalam mengurangi gejala ADHD. Obat lain termasuk inhibitor reuptake norepinefrin selektif dan agonis alfa-adrenergik selektif juga telah terbukti efektif.
Terapi perilaku adalah intervensi non-spesifik yang luas. Tujuannya adalah untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial untuk mengubah perilaku orang-orang dengan ADHD. Ini dilakukan dengan menggunakan imbalan dan konsekuensi untuk perilaku tertentu.
Manajemen Terapi Fisik :
Aktivitas fisik dan olahraga telah terbukti mengurangi stres, kecemasan, dan gejala depresi serta meningkatkan fungsi kognitif. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga teratur dapat mengubah fungsi otak baik secara emosional maupun kognitif.
Bagi mereka dengan ADHD, telah ditunjukkan bahwa latihan intensitas sedang hingga tinggi meningkatkan laporan perilaku orang tua-guru dan tingkat pemrosesan informasi . Dengan pelatihan intensitas sedang hingga tinggi, juga telah ditunjukkan bahwa kinerja motorik juga meningkat. Aktivitas fisik meningkatkan keterampilan dan perilaku sosial juga pada mereka yang menderita ADHD, terutama anak-anak. Kemampuan untuk mempertahankan perhatian ditingkatkan dengan latihan fisik juga, dengan perhatian pendengaran berkelanjutan yang lebih baik.
Intervensi lain yang mungkin bagi mereka dengan ADHD adalah yoga. Studi telah dilakukan yang menunjukkan bahwa intervensi yoga delapan minggu meningkatkan perhatian selektif dan berkelanjutan pada anak-anak dengan ADHD. Juga telah disarankan oleh penelitian bahwa yogadapat mengurangi impulsivitas, kecemasan, dan masalah sosial pada semua individu dengan ADHD.
Teknik seperti terapi pijat , latihan pernapasan, dan terapi akuatik telah terbukti mengurangi kecemasan, stres, ketegangan otot yang disebabkan oleh ADHD dan selanjutnya meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kualitas hidup.
Penelitian telah menunjukkan bahwa teknik seperti Watsu mengurangi ketegangan otot dan rasa sakit, dengan mempengaruhi semua tingkat fisik, psikologis, dan emosional, dan juga mengurangi stres, kecemasan, dan kelelahan. Dengan demikian, Watsu berguna untuk anak-anak, karena menyenangkan, memungkinkan memfasilitasi gerakan, merangsang lanjut anak untuk pengobatan.
Program pelatihan Executive Function (EF) layak dan dapat diterima oleh anak-anak dengan ADHD dan orang tua. Jenis pelatihan dengan beberapa fokus EF dan keterlibatan orang tua dalam aktivitas kehidupan nyata ini bisa menjadi intervensi yang berpotensi menjanjikan terkait dengan perbaikan gejala EF dan ADHD yang signifikan. Secara khusus, untuk anak-anak dengan ADHD, penting dan berguna untuk mengurangi kesenjangan perkembangan EF dengan mengajari anak-anak keterampilan dan strategi koping yang tepat.
SUMBER :
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/could-i-have-adhd-qf-16-3572/index.shtml#pub1
https://www.nimh.nih.gov/health/topics/attention-deficit-hyperactivity-disorder-adhd/index.shtml
Kumar, S., Reynolds, K., Ji, Y. et al. Impaired neurodevelopmental pathways in autism spectrum disorder: a review of signaling mechanisms and crosstalk. J Neurodevelop Disord 11, 10 (2019). https://doi.org/10.1186/s11689-019-9268-y
Lestari Devie Hayati. 2019. PELAYANAN KHUSUS BAGI ANAK DENGAN ATTENTIONS
DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DI SEKOLAH INKLUSIF. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 6, No: 1 Hal: 108 - 122.
Mirza Rina. 2016. MENERAPKAN POLA ASUH KONSISTEN PADA ANAK AUTIS. JURNAL TARBIYAH, Vol. 23, No. 2.
http://digilib.unisayogya.ac.id › ...PDF
PERBEDAAN PENGARUH PLAY THERAPY DAN VIRTUAL ... - DIGILIB UNISAYOGYA