Assalamualaikum. Silahkan upload atau mengerjakan praktikum
izin mengumpulkan tugas bu
Nama : Sabrina Fitri Nadiyah
NIM : 1810301042
Kelas : 6A5 Fisioterapi
terimakasih bu
Waalaikumsalam wr.wb. baik bu
Nama : Pegi Aprilia Lestari
Nim : 1810301046
Kelas : 6A5 S1 Fisioterapi
Skenario :
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepeda motor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasil radiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menuju ke cerebrum. kondisi pasien pingsan dan fraktur pada radius sinistra.
Pertanyaan :
Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Patologi :
TBI merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Sebanyak 65% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Jenis traumanya itu sendiri terdiri oleh trauma kepala tertutup dan terbuka.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Pada saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan kematian sel neuron.
Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer.
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya.
Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
Pemeriksaan :
Assesment Subyektif: Keluhan Utama, riwayar penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu
Assesment Obyektif: Vital Sign, Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukskultasi
Pemeriksaan Spesifik: Tingkat Kesadaran: GCS( Glasgow Cma Scale), Motorik Test, Reflek Test, Pemeriksaan tonus otot dengan Asword Scale, Gangguan Activity Daily Living dengan Index Bartel.
Pemeriksaan Penunjang: Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi:
Treatment awal surgical/non surgical
Adequate jalan udara, Respiratory care
Adequate profusion, Pemeriksaan tingkat kesadaran dan gejala neurovital
Pemeriksaan dan pengobatan systemic injury Pengaturan temperatur
Perawatan bladder & bowel Perawqatan kulit dan mata Monitoring aktifitas seizure Positioning & turning tiap 2 jam
Positioning & ROM Pencegahan thrombophlebitis dan Penggunaan limb restraints.
Intervensi :
Tujuan FT pada masa akut :
1. Memonitor level kesadaran dan tanda vital
2. Manajemen status paru
3. Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi :
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra. Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM & panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
• Latihan gerakan normal, gerakan aktif sedini mungkin begitu pasien dinyatakan stabil (BP & ICP stabil)
6. Stretching
Merengangkan otot untuk meningatkan fleksibilitas otot, meningkatkan jangkauan gerakan persendian
7. Electrical Muscle Stimulation
Menggunakan arus lisrtik untuk merangsang otot. Pulse listrik merangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami
Waalaikumussalam, baik bu
waalaikumussalam wr,wb.
Baik ibu
waalaikumussalam wr,wb. baik bu
Waalaikumsalam, baik ibu
Waalaikumsalam wr. wb. Baik bu
Nama: Fajar Adi Nugroho
Nim:1810301064
Skenario
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepeda motor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawake RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasil radiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menuju ke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Dan fraktur pada radius sinistra.
Patologi cedera
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cederakepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapatmemberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadiakibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epiduralhematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdurahematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengansubaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensikarena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
Pemeriksaan fisik
fraktur pada radius sinistra
pemeriksaan penunjang
hasil radiologi: adanya sumbatan dipembuluh darah yang menuju kecerebrum
penatalaksanaan fisioterapi
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengantujuan saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik yaitu membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut:
a.Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisaditerima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akanmemberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikankondisinya secara tepat.
b.Empati ( Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektifdalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.c.
Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasiendapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.Objektif komunikasi terapeutik adalah:
a. Membantu pasien dalam menjelaskan dan mengurangi beban fikiran dan perasaan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yangsesuai dengan arahan fisioterapis.
c. Mengajak orang lain dan lingkungan sekitar untuk berkomunikasi dengan baik.Untuk keberhasilan komunikasi terapeutik, maka fisioterapis harusmemiliki pemahaman dalam bentuk:
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c.Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi contoh terhadap pasien
e. Motivasi diri
f. Rasa tanggung jawab dan etik.
Positioning
Perubahan posisi sangat penting pada penderita Traumatic brain injurykarena kelumpuhan atau kelemahan pada tungkai akan menghambat perubahan posisi. Perubahan posisi ini bertujuan untuk: (1) mencegah decubitus, (2)mencegah komplikasi paru, (3) mencegah timbulnya batu kandung kemih, (4)mencegah terjadinya thrombosis (5) mencegah terjadinya kontraktur. Perubahan posisi ini dilakukan setiap 2 jam sekali.
Infra Red
Infra Red merupakan alternatif terapi yang mempunyai penetrasi yanghanya berada pada tingkat superfisial jaringan saja. Diharapkan agar terjadi efekanalgesik, efek anti imflamasi, efek sedatif, peningkatan suhu jaringan, efekrileksasi otot sehingga intensitas spasme menurun, dan efek vasodilatasi agarterjadi peningkatan blood flow.
Electrical Muscle Stimulation
EMS menggunakan arus listrik untuk merangsang otot-otot. Pulse listrikmerangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami. Hal ini dikenalsebagai latihan pasif. Perangkat EMS menghasilkan sinyal listrik yangmerangsang saraf. Impuls ini dihasilkan oleh perangkat listrik dan disampaikanmelalui elektroda yang ditempatkan pada kulit di dekat otot yang membutuhkanstimulasi. Dengan menempatkan bantalan di dekat kelompok otot tertentu, dankemudian mengirimkan impuls dengan menggunakan perangkat EMS, otot-ototakan mulai berkontraksi dan berelaksasi. Kontraksi yang dihasilkan daristimulasi jauh seperti kontraksi otot selama latihan rutin. Tegangan untuk titik-titik tekanan yang berbeda pada otot dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Hasilstimulasi adalah perbaikan dan penguatan otot.
Breathing Exercise
Tujuan latihan exercise adalah meningkatkan otot diafragma yang lemah, penurunan ekspansi thoraks , penurunan daya tahan serta kelelahan dapatmenghambat program terapi. Penurunan volume paru terjadi sekitar 30-40 % pada penderita traumatic brain injury. Oleh karena itu diperlukan latihan untuk penguatan otot diafragma, deep breathing exercise,dan variasi latihan yangditujukan untuk meningkatkatkan kapasitas jantung dan paru akibat tirah baringlama pada pasien traumatic brain injury.Teknik breathing exercise mengikuti pola gerakan chest pasien, dan padaakhir ekspirasi ditambahkan dengan fibrasi. Sehingga membantu merangsangkerja otot pernapasan dan menurunkan sekresi paru.
Segmen Apikal ExpansionTeknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapismenempatkan kedua tangan di clavicula. Perintahkan pasien untukmelakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengantelapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkanchestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkanexpirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.
Segmen Right Middle/Lingula ExpansionTeknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapismenempatkan kedua tangannya di kiri dan kanan chest di bawahaxilla. Perintahkan pasien untuk melakukan expirasi dan fisioterapismemberi tekanan lembut dengan telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkan chestnya denganmendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan expirasi yang dibantuoleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.
Segmen Lateral Lower Costa ExpansionTeknik Pelaksanaan: Posisi pasien supine lying. Fisioterapismenempatkan tangan di lateral lower costa. Perintahkan pasien untuk melakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengantelapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkanchestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkanexpirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.
Passive ROM Exercise
Passive ROM Exercise baik di lakukan pada pasien yang tidak mampumelakukan gerakan pada suatu segmen, saat pasien tidak sadar, paralisis,complete bed rest, terjadi reaksi inflamasi dan nyeri pada active ROM. PassiveROM dilakukan untuk mengurangi komplikasi immmobilisasi dengan tujuan:
Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak.
Meminimalkan efek terjadinya kontraktur.
Mempertahankan elastisitas mekanik otot.
Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik
Meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi cartilago dan difusi material-material sendi.
Menurunkan nyeri.
Membantu healing proses setelah injuri atau pembedahan
Membantu mempertahankan gerakan pasien.
Teknik: Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis memberikan gerakan pasif pada ekstremitas.
Stretching
Streching adalah aktivitas meregangkan otot untuk meningkatkanfleksibilitas (kelenturan) otot, meningkakan jangkauan gerakan persendian,mencegah kontrakur dan membantu merileksasikan otot.
AAROMEX ( Active Assistive ROM Exercise)
AAROMEX adalah jenis AROM dengan bantuan yang diberikansecara manual atau mekanik oleh gaya luar karena otot penggerak utama membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan gerakan. Jika pasien memiliki otot yang lemah dan tidak mampu menggerakkan sendi melalui lingkup gerakyang diinginkan, AAROMEX digunakan untuk memberikan bantuan yangcukup pada otot secara terkontrol dan hati-hati sehingga otot dapat berfungsi pada tingkat maksimumnya dan dikuatkan secara progresif.
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian fisioterapis memerintahkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas dengan bantuan sedikit dari fisioterapis pada awal atau akhir gerakan jika ada kelemahan.
Waalaikumsalam baik bu
Baik bu
Nama : shabrina zhainun alyani
Nim : 1810301045
Gasal : Seorang remaja usia 17 tahun mengalami kecelakaan tunggal pada dini hari. Lalu di bawa ke RS terdekat di lakukan pemeriksaan secara umum dan radiologi di dapat adanya epidural hemotoma.Kesadaran koma.Disertai fraktur pada 1/3 tibia dextra. Pertanyaan: Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawab :
1. Patologi Cedera
Pada perlukaan kepala, dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid, kedalam rongga subdural (hemoragi subdural) antara dura bagian luar dan tengkorak (hemoragi ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan dura mater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang tengkorak di daerah yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah frontal dan oksipital.
Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur.Akibat trauma kapitis,tengkorak retak.Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear.Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio).Pada pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri, yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.
2. Penatalaksanaan fisioterapi
a. Assessment subyektif
Dikarenakan pasien dalam keadaan coma. Assement dilakukan dengan hetero anamnesis. Heteronanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab yang dilakukan dengan orang lain (keluarga ataupun orang yang mengetahui tentang perjalanan penyakit pasien).
b. Assessment obyektif
- Vital sign
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Suhu
- IPPA
c. Pemeriksaan spesifik
- Glasgow Coma Scale
Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala yang dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran seseorang.
- Tes motorik,
- Asworth scale
Asworth scale adalah skala untuk mengetahui derajat tonus otot,
- Indek bartel
Indeks Barthel merupakan suatu alat ukur pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas dengan sistem penilaian yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
d. Pemeriksaanpenunjang
- Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.
- Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
e. Treatment awal surgical/non surgical
- Adequate jalan udara, Respiratory care
- Adequate profusion,
- Pemeriksaan tingkat kesadaran dan gejala neurovital
- Pemeriksaan dan pengobatan systemic injury
- Pengaturan temperature
- Perawatan bladder & bowel
- Perawatan kulit dan mata
- Monitoring aktifitas seizure
- Positioning & turning tiap 2 jam
- Positioning & ROM
- Pencegahan thrombophlebitis
- Penggunaan limb restraints
f. Intervensi
- Positioning
- Splinting/casting
- Prolong passive stretch
- Pasif exercise
Nama : Puspita Tri Kumalatiwi
NIM : 1810301047
Nama: Faisal Adam
Nim:1810301068
A. Patologi
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus. Trauma kepala salah satunya dapat menyebabkan Extradural Hematom atau yang lebih dikenal dengan nama Epidural Hematom. Pasien dengan epidural hematom
pasien yang terlibat dalam serangan kepala (baik selama olahraga atau akibat kecelakaan kendaraan bermotor) yang sebagian besar akan kehilangan kesadaran selama beberapa saat. Setelah cedera, kesadaran mereka kembali normal (interval lucid), tetapi biasanya mengalami sakit kepala yang terus-menerus dan sering kali parah. Selama beberapa jam berikutnya mereka secara bertahap kehilangan kesadaran.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban
impulsif memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan,
dan statis beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan
patah tulang tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera
fokal, seperti kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi
akselerasi dan deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari
gegar otak hingga Diffuse Axonal Injury (DAI). Cedera rotasi secara khusus menyebabkan cedera pada permukaan kortikal dan struktur otak bagian dalam.
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan umum yang dapat dilakukan :
- Mengecek Vital Sign
- IPPA
- Menilai tingkat kesadaran pasien dengan GCS
- Pemeriksaan kognitif, memori, dan koordinasi
- Pemeriksaan sensorik dan refleks
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
- Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah
cedera.
- CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan,
kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
- Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
- EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
C. Intervensi
Tujuan FT pada masa akut
• Memonitor level kesadaran dan tanda vital
• Manajemen status paru
• Manajemen status muskuloskeletal
Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuanbsaling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien.
2. Positioning
Tujuan : Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik : Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan
3. Breathing Exercise
Tujuan : Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
4. Passive exercise
Tujuan : Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
5. Manajemen status muskuloskeletal
• Pada pasien tersebut disertai dengan adanya komplikasi muskuloskeletal yakni fraktur pada radius sinistra.
Pasien perlu modalitas untuk memelihara ROM &
panjang otot.
• Latihan pasif ROM kontroversial (30 menit/hari untuk mencegah up pemendekan jaringan lunak, tetapi berlebihan menimbulkan Heterotrophic Ossification (HO)
Nama : Anggita Dhian Nur Ikhsan
Nim : 1810301066
Skenario :
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepeda motor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera ditangani tim medis. Hasil radiologi adanya sumbatan dipembuluh darahyang menuju ke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Danfraktur pada radius sinistra.
Hematoma ekstradural atau bisa juga di sebut denganhematoma epidural merupaka sejenis cedera kepala yang di mana darah masuk dan menumpuk pada ruang yang ada di antara tulang tengkorak dan duramater yakni membran ataulapisan terluar dari mening (selaput otak dan tulangbelakang) yang menyelimuti dan melindungi otak dantulang belakang. Menumpuknya darah di ruang yang terdapat di antara tulang tengkorak dan lapisan dura inimeningkatkan tekanan di kepala dan berpotensi menekanotak. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguanpenglihatan, pergerakan, kesadaran, dan kemampuanberbicara. Ini dapat terjadi ketika kekuatan traumatis yang diterapkan pada kepala cukup untuk menyebabkandeformitas tengkorak dan kerusakan pada arteri meningeal tengah yang mendasarinya. Tekanan darah tinggi yang berasal dari sirkulasi arteri menyebabkan dura mater terpisah dari tengkorak, menciptakan hematoma berbentuklensa klasik yang dapat berkembang dengan cepat, memberikan tekanan yang signifikan pada otak. Ini adalahjenis cedera kepala yang relatif jarang tetapi sangat seriusdan dapat menyebabkan kecacatan atau kematian yang signifikan. Pengenalan dini terhadap tanda-tanda peringatandan perhatian medis yang cepat sangat penting untuk hasilyang baik.
Tanda pertama cedera terjadi tak lama setelahbenturan di kepala dan biasanya melibatkan perubahankesadaran. Perubahan ini dapat menjangkau spektrum darikebingungan ringan hingga kehilangan kesadaran total. Untuk lebih spesifiknya kehilangan kesadaran disini ketikacedera dialami, lalu kembali sadar selama beberapa jam sebelum perlahan-lahan memburuk dan kembali hilangkesadaran sebagai tanda darah telah mengumpul di area epidural. Namun tidak semua orang mengalami kondisi ini. Jika orang yang cedera tetap sadar, dia sering kali memilikibanyak tanda dan gejala yang biasanya terlihat pada gegarotak, seperti sakit kepala, mual, pusing, dan kurangkoordinasi. Untuk gejala lain dari seseorang mengalamiepidural hematoma yakni mengalami rasa mengantuk atausakit kepala yang parah setelah mengalami cedera, tidakbertenaga pada tangan atau tungkai kaki di salah satu sisitubuh , mengalami kesulitan berbicara atau Berbicaradengan lancar, namun kemudian di menit berikutnyamerasa sakit dan hilang kesadaran, mengalami kejang, Pupil membesar di salah satu mata, terutama di sisisebaliknya dengan sisi badan yang mengalami kelemahan, memar di sekitar mata, keluarnya cairan bening dari hidungatau telinga, Memar di belakang telinga serta mengalamisesak napas atau memiliki pola napas yang berubah-ubah.Presentasi klasik dari hematoma epidural, bagaimanapun, melibatkan apa yang dikenal sebagai interval lucid. Setelahpenurunan kesadaran awal, yang dapat berlangsung selamabeberapa menit, orang yang cedera dapat meningkat secarasignifikan atau bahkan sepenuhnya. Selama waktu ini, pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara normal, dan orang yang cedera mungkin tampak tidak terpengaruh. Pada tahapini, hematoma epidural masih cukup kecil untuk menjadiasimtomatik. Namun, saat ia mengembang, tekanan yang meningkat di dalam tengkorak menempatkan otak padarisiko, yang menyebabkan kembalinya gejala dengan cepat. Perluasan hematoma yang berkelanjutan kemudian dapatmenyebabkan gejala progresif cepat, koma, dan bahkankematian.
Perlu dicatat bahwa tanda dan gejala hematoma epidural serupa dengan cedera kepala lainnya, termasukgegar otak. Seringkali, perbedaan utama terletak padaperjalanan waktu gejala. Jika ada orang yang terlukamengalami gejala baru beberapa menit setelah dampakyang disaksikan atau jika ada yang dirasakan memburuksecara klinis, layanan medis darurat harus segeradiberitahukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanyafraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaransementara atau persisten setelah cedera.
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerahtemporoparietal. Densitas darah yang homogen(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisikontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanyaperegangan dari pembuluh darah. Pemeriksaan CT-Scan segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkatkesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda neurologisfokal.
MRI akan menggambarkan massa hiperintensbikonveks yang menggeser posisi duramater, beradadiantara tulang tengkorak dan duramater. MRI jugadapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilihuntuk menegakkan diagnosis.
Lumbal pungsi adalah pemeriksaan yang dilakukanuntuk penyakit yang berhubungan dengan otak dansistem saraf tulang belakang. Prosedur dilakukan denganmengambil cairan serebrospinal (CSF) yang terdapatpada selaput pelindung sistem saraf pusat. Sejumlahcairan serebrospinal akan diambil melalui jarum yang disuntikkan pada bagian bawah tulang belakang (area lumbar) untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adatidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma.
Izin mengumpulkan tugas PR ibu,
Nama : Nurul khasanah
Nim : 1810301166
izin mengumpulkan tugas ibu
Nama: Ilda Ayu Sari
NIM: 1810301041
Izin mengumpulkan bu
Nama : Faiqoh Sukmawati Agustin
NIM : 1810301048
Kelas : 6A5
Tn.X usia 30 tahun terserempet sepeda motor hingga terbentur aspal. Pasien tersebut oleh warga di bawa ke RS terdekat dan segera melayani tim medis. Hasil radiologi adanya sumbatan dipembuluh darah yang menujuke cerebrum.kondisi pasien pingsan.Dan fraktur pada radius sinistra.
Pertanyaan: Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawab:
Patologi:
Trauma otak bisa diklasifikasikan sebagai cedera primer dan sekunder. Cedera otak primer merupakan akibat langsung benturan pada kepala yang menyebabkan kerusakan anatomis maupun fisiologis. Cedera otak sekunder merupakan akibat dari hipotensi, hipoksia, asidosis, edema, atau faktor lanjut lain yang menyebabkan kerusakan jaringan otak. Radikal bebas juga berperan sebagai penyebab sekunder kerusakan otak pada saat iskemia.
* Cedera otak primer biasanya menyebabkan perubahan struktural seperti hematoma epidural, hematoma subdural, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraventrikuler atau kontusio serebri.
Hematoma epidural, juga hematoma ekstradural, disebut cedera kepala yang melibatkan perdarahan ke dalam ruang antara tengkorak dan dura mater, lapisan terluar dari struktur pelindung yang diberi otak. Ini dapat terjadi ketika kekuatan traumatis yang diterapkan pada kepala cukup untuk menyebabkan deformitas tengkorak dan kerusakan pada arteri meningeal tengah yang mendasarinya. Tekanan darah tinggi yang berasal dari sirkulasi arteri penyebab dura mater terpisah dari tengkorak, menciptakan hematoma berbentuk lensa klasik yang dapat berkembang dengan cepat, memberikan tekanan yang signifikan pada otak.
* Cedera sekunder merupakan akibat mekanik tambahan atau kelainan metabolik yang dipicu cedera primer. Cedera sekunder dapat terjadi berupa kelainan klinis seperti perdarahan, iskemia, edema, peningkatan tekanan intra kranial, vasosepasme, infeksi, epilepsi dan hidrocefalus, sedang secara sistemis berupa hipoksia, hiperkapnea, hiperglikemia, hipotensi, hipokapnea berat, febris, anemia dan hiponatremia. Penatalaksanaan utama pada TBI adalah pencegahan cedera sekunder dan pemeliharaan fungsi neurologis dari cedera primer.
Pemeriksaan:
Penilaian Subyektif: Keluhan Utama, riwayar penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu
Penilaian Obyektif: Tanda Vital, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Aukskultasi
Pemeriksaan Spesifik: Tingkat Kesadaran: GCS (Skala Cma Glasgow), Tes Motorik, Tes Reflek, Pemeriksaan Otot dengan Skala Asword, Gangguan Activity Daily Living dengan Index Bartel.
Pemeriksaan Penunjang;
- Tomografi Terkomputasi (CT-Scan)
- Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
Penataklaksanaan (Intervensi) Fisisoterapi:
• Mengembalikan aktivitas penderita agar bisa kembali bekerja seperti biasanya
• Memperbaiki postur tubuh
• Melatih keseimbangan
• Melatih pola jalan
• Melatih Jari Motor Jari
• Penentuan posisi
• pengekangan anggota tubuh
• Belat
• Sterch pasif
• Stimulasi Sensorik
Izin mengumpulkan bu
Nama : Indriani Hasan
NIM : 1810301044
Nama: Liliarti Kaimudin
NIM: 1810301043
Skenario: Seorang remaja usia 17 tahun mengalami kecelakaan tunggal pada dini hari. Lalu di bawa ke RS terdekat di lakukan pemeriksaan umum dan radiologi dapat adanya epidural hemotoma. Kesadaran koma. Disertai fraktur pada 1/3 tibia dextra.
Pertanyaan: Jelaskan patologi cedera, pemeriksaan dan rencana penatalaksanaan fisioterapi pada pasien tersebut.
Jawaban:
A. Patologi
Pada kepala perlukaan, dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid, kedalam rongga subdural (hemoragi subdural) antara dura bagian luar dan tengkorak (hemoragi ekstradural) atau ke dalam substansi otak itu sendiri. Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan dura mater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang tengkorak di daerah yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah frontal dan oksipital. Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma kapitis, tengkorak retak kembali. Fraktur yang paling ringan, yaitu fraktur linier. Pada pendarahan epidural yang terjadi ketika pembuluh darah pecah, biasanya arteri,
B. Penatalaksanaan fisioterapi
1. Penilaian subyektif
Karena pasien dalam keadaan koma. Penugasan dilakukan dengan heteroanamnesis. Heteronanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab yang dilakukan dengan orang lain (keluarga atau orang yang melihat perjalanan penyakit pasien).
2. Objektif
- Tanda Vital
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Suhu
- IPPA
3. Pemeriksaan spesifik
- Skala Koma Glasgow
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah skala yang dipakai untuk melihat tingkat kesadaran seseorang.
- Tes motorik,
- Skala asworth
- Skala asworth Skala asworth adalah skala untuk berangkat ke tonus otot,
- Indek bartel
Indeks Barthel merupakan suatu alat ukur pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas dengan sistem pesanan yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
4. Pemeriksaan penunjang
- Computed Tomography (CT-Scan) Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (tunggal) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, garis tengah terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat juga garis fraktur pada daerah epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada tahap yang akut (60–90 HU), adanya peregangan dari pembuluh darah.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
5 . Treatment awal surgical/non surgical
a. Jalan udara yang memadai, Perawatan pernafasan
b. Kelimpahan yang memadai
c. Pemeriksaan tingkat kesadaran dan gejala neurovital
d. Pemeriksaan dan pengobatan cedera sistemik
e. Perawatan kandung kemih & usus
f. Pengaturan suhu
g. Perawatan kulit dan mata
h. Memantau aktifitas kejang
i. Penempatan & pembalikan tiap 2 jam
j. Penempatan & ROM
k. Pencegahan tromboflebitis
l. Penggunaan penahan anggota tubuh
6. Intervensi
- Positioning
- Latihan pasif
- Belat / casting
- Memperpanjang peregangan pasif