Diskusi Seputar Kehamilan dalam Islam

Diskusi 1

Diskusi 1

by Anjarwati S.Si.T., MPH -
Number of replies: 81

Assalamualaikum, silahkan membaca materi yang sudah diunggah pada topik ini, selanjutnya silahkan mahaiswa aktif berinteraksi tanya jawab  terkait materi kehamilan dalam kajian Islam baik mengenai materi tersebut ataupun menyampaikan hal terkait berdasarkan referensi khususnya kajian dari persyarikatan Muhammadiyah Aisyiyah.

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105030 HASNA H. LABA -

Izin Bertanya Bu, dijelaskan bahwa kewajiban seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Apa yang dimaksud dengan cara ma'ruf?

Terima kasih

In reply to 2010105030 HASNA H. LABA

Re: Diskusi 1

by 2010105039 SUTRIANI -

Izin menjawab Menurut al-Isfahani, Ma'ruf menyangkut segala bentuk perbuatan yang dinilai baik oleh akal dan syara'. pengertian bahwa ma'rufadalah kebaikan yang bersifat lokal. Sebab, jika akal dijadikan sebagai dasar pertimbangan dari setiap kebaikan yang muncul, maka tidak akan sama dari masing-masing daerah dan lokasi.

In reply to 2010105030 HASNA H. LABA

Re: Diskusi 1

by 2010105011 FITRI MARIA ULFA -

izin menambahkan jawaban teman-teman, yang dimaksud memberi nafkah (makan dan pakaian) dengan cara ma'ruf di sana bisa didefinisikan dengan memberi nafkah yang halal, baik dari segi dzat (bentuk fisik), cara memprosesnya, maupun cara memperolehnya. 

Terima kasih

In reply to 2010105030 HASNA H. LABA

Re: Diskusi 1

by 2010105021 NABILA AULIA FIRDAUS -

Yang dimaksud ma'ruf dalam hal tersebut yaitu cukup. Seorang kepala keluarga diwajibkan untuk memberi makan dan pakaian kepada keluarganya dengan cukup, tidak kurang juga tidak berlebihan. 


In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105008 WINDY APRIANDA -

Assalamualaikum Bu izin bertanya mengenai aborsi di karenakan bayi cacat apakah pandangan dari Islam sendiri Bu? Sedangkan resiko dari aborsi seperti perdarahan bisa menyebabkan kematian pada ibu. Bisa tolong di jelaskan Bu saya masih belum paham bu, terimakasih

In reply to 2010105008 WINDY APRIANDA

Re: Diskusi 1

by 2010105039 SUTRIANI -

Izin menjawab , Aborsi dalam pandangan Islam pada dasarnya adalah haram, karena telah dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Meskipun demikian, hukum Islam sangatlah fleksibel dan luwes. Dalam hal-hal tertentu atau darurat, maka aborsi dibolehkan. Kebolehan ini diberikan oleh Islam, hanya dapat ditempuh apabila sudah tidak ada alternatif lain yang lebih mengurangi resiko buruk bagi si ibu dan janinnya, ulama juga menyepakati dibolehkannya aborsi jika dokter yang terpercaya menyatakan bahwa janin yang dikandung dapat membahayakan nyawa sang ibu. Beberapa ulama bahkan menilai kasus semacam ini wajib hukumnya.

Pembahasan mengenai keharaman dan kebolehan aborsi masih harus mendapatkan penjelasan yang lebih mendetail dari para ulama. Hal ini perlu dan sangat perlu dilakukan, sebab kebolehan yang diberikan oleh Islam terkadang disalahartikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Terimakasih

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105004 SEFIA HIMAWATI -

Izin bertanya bu, bagaimana pengaruh ibu hamil dengan melaksanakan puasa untuk beribadah bu,? Terimakasih bu

In reply to 2010105004 SEFIA HIMAWATI

Re: Diskusi 1

by 2010105029 SALMA NUR LATIFAH -

Saya ingin menanggapi pertanyaan dari mbak sefia

Di agama Islam sendiri, ibu hamil diberikan keringanan untuk tidak berpuasa. Terutama jika sang ibu mengkhawatirkan kondisi kesehatan dan janin yang sedang dikandungnya.


Dilihat dari segi hukum Islam, ibu hamil yang tidak berpuasa tetap wajib mengganti amalan puasanya di bulan Ramadan dengan meng-qodho' puasa atau membayar fidyah di hari-hari setelahnya. 


Sementara itu, dari sisi kesehatan, para ahli kesehatan menganjurkan agar ibu hamil tidak berpuasa terlebih dahulu apabila usia kandungan masih menginjak trimester pertama.

Begitu mbak sefia menurut saya,, terimakasih

In reply to 2010105004 SEFIA HIMAWATI

Re: Diskusi 1

by 2010105023 ILMI WAHANA -
Izin menjawab Bu 

Perempuan yang sedang hamil atau yang harus menyusui maka boleh meninggalkan puasa. Namun, mereka harus menggantinya dengan membayar fidyah 1 mud (kurang lebih sama dengan 0,6 kg) setara dengan ukuran dan harga makanan yang ia makan sehari-hari.Perempuan yang sedang hamil atau yang harus menyusui maka boleh meninggalkan puasa.

Namun, apabila membayar fidyah tersebut memberatkan karena harus mengeluarkan biaya, sedangkan wanita yang menyusui tersebut kurang mampu, maka puasa yang ditinggalkan karena menyusui itu dapat diganti dengan puasa pada hari lain di luar Ramadan.Jika ibu hamil dan menyusui hanya mengkhawatirkan pada kondisi mereka saja, tidak khawatir pada kandungan atau anaknya, maka mereka hanya wajib qadha’ saja tanpa membayar fidyah.Namun, jika ibu hamil dan menyusui hanya mengkhawatirkan pada kondisi mereka saja, tidak khawatir pada kandungan atau anaknya, maka mereka hanya wajib qadha’ saja tanpa membayar fidyah.



In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105003 ALVINA NUR RAHMAH INDRIANTI -

Izin bertanya, bagaimana dengan seorang ibu yang memaksakan diri untuk berpuasa sedangkan si ibu harus menyusui bayinya padahal si ibu sendiri tau jika dia memaksakan untuk puasa si ibu tidak akan bisa memenuhi kebutuhan asi bayinya, apa yang harus dilakukan si ibu agar bisa tetap memenuhi kebutuhan asi bayinya dalam keadaan berpuasa?

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105026 TRESNI SEKAR AYU WULANDARI -

Ibu izin bertanya, kenapa orang yang meninggal karena sakit perut dan sakit punggung disebut mati syahid ?

In reply to 2010105026 TRESNI SEKAR AYU WULANDARI

Re: Diskusi 1

by 2010105044 RINA OKTAVIANI -
Saya Rina Oktaviani, izin menjawab pertanyaan dari mbak tresni sekar, seseorang yang meninggal dalam keadaan sakit perut dan sakit punggung bisa di katakan mati syahid karena Meskipun mereka tidak mati di medan jihad, namun mereka mendapatkan pahala syahid karena mati dalam kondisi menanggung derita sakit. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip keterangan Ibnu Tin,


" Ibnu Tin mengatakan, semua kejadian kematian di atas, deritanya sangat berat. Sehingga Allah memberikan keistimewaan bagi umat Muhammad SAW, dengan menjadikan semua penderitaan itu sebagai penghapus dosanya, dan tambahan pahala untuknya, yang mengantarkan mereka sampai pada derajat orang yang mati syahid. (Fathul Bari, 6/44)


In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105047 INTAN GUSTINI -

Ibu izin bertanya, ketika seorang istri dicerai suami dalam keadaan hami, maka suami wajib menafkahi nya sampai ia melahirkan. Lalu bagaimana jika seorang suami tersebut tidak menafkahi nya ? Dan cara apa supaya suami mau untuk menafkahi nya ?

In reply to 2010105047 INTAN GUSTINI

Re: Diskusi 1

by 2010105016 HASMARYANTI -
Izin menjawab mbak intan G. Menurut saya seorang eks suami sangat wajib menafkahi lahir dan batin untuk anak-anaknya walaupun orang tuanya sudah bercerai. Kalaupun ayahnya  mau menafkahi anak-anaknya maka ayahnya akan di minta pertanggungjawaban diakhirat. Jika ayah tidak mau memberikan nafkah kita wajib menegur dan mengingatkan dengan cara yang baik-baik. Menurut saya seperti itu maaf jika kurang tepat
In reply to 2010105047 INTAN GUSTINI

Re: Diskusi 1

by 2010105011 FITRI MARIA ULFA -

izin menambahkan jawaban mba hasma. Untuk memperkuat hak anak dalam hal dinafkahi oleh ayahnya, sebelum perceraian, alangkah lebih baik dibuat kesepakatan/ perjanjian di atas materai mengenai kesanggupan si ayah untuk menafkahi. hal ini untuk mempermudah dalam memperjuangkan hak anak di pengadilan jika suatu waktu ayahnya tidak atau berhenti memberikan nafkah kepada anaknya. karena mengenai hak penafkahan anak telah diatur dalam UU Perlindungan Anak.

Terima kasih

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105037 DIAJENG PUTRI HAPSARI KUSUMA MARDANI -

Ibu saya ingin bertanya, waktu nifas itu kurang lebih 40 hari. Ketika seseorang mengalami nifas lebih drai 40 hari, dan itu tidak bertepatan dengan menstruasi, darah yang keluar itu dianggap sebagai istihadhah atau bagaimana ? Dan apakah boleh mengerjakan sholat dan puasa?

Terima kasih.

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105030 HASNA H. LABA -

Izin bertanya lagi Ibu, Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Contoh pembayarannya seperti apa ya ibu, apakah kita membayarnya dengan uang kepada orang yang telah menyusui anak kita atau bagaiamana Bu?

Terima kasih

In reply to 2010105030 HASNA H. LABA

Re: Diskusi 1

by 2010105011 FITRI MARIA ULFA -
izin menjawab ya. Menurut pendaoat saya, kata "pembayaran" di sana itu menunjukan kepada sebuah imbalan atas jasa orang yang telah bersedia untuk memberikan ASI kepada bayinya tersebut. imbalan yang diberikan tergantung kesepakatan bersama yang biasanya tergantung budaya setempat dan kebutuhan. jadi untuk imbalannya bisa selain uang kalau menurut saya. Dan imbalan yang diberikannya pun harus patut, dalam artian sesuai dengan jasa yang diberikan dan kesepakatan bersama, tidak merugikan salah satu pihak, terutama yang menyusui bayinya tersebut. Terima kasih
In reply to 2010105030 HASNA H. LABA

Re: Diskusi 1

by Anjarwati S.Si.T., MPH -

Pertanyaan yang bagus terkait penyapihan, berdasar pada :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan ( Q.S AL BAQOROH 2:233)

Tolong jangan hanya sepenggal sepenggal, misal hanya dibaca pada Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan.....tapi baca utuh, sehingga tidak mengurangi maknanya. kalau keduanya (ayah dan ibu ) memahami tentang pentingnya ASI dan proses laktasi yang tdk hanya sekedar memberi nutrisi tapi banyak aspek yang lain yg diuntungkan pastilah keduanya tersebut akan memilih keputusan terbaik utk memberikan ASI 2 th tersebut, misal diluar kesanggupan misalnya kondisi yg karena suatu penyakit atau apa yg akhirnya benar2 tidak bisa membarikan ASi tentu baru menjadi pertimbangan, pun tentu akan berkonsultasi dengan ahlinya baik bidang kesehatan maupun agama tentang bgm yg halal dan toyib, jadi bukan hal ringan utk memutuskan menyusui dialihkan/digantikan ke orang lain, termasuk pentingnya bidan memberikan edukasi untuk para pasutri sejak mulai hamil memberikan info keberhasilan menyusuinya nanti.

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105016 HASMARYANTI -
In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105016 HASMARYANTI -

Assalamualaikum, izin bertanya. Aoa hukumnya jika seorang ibu tisak menyusui anaknya dari lahir hingga umur 2tahun ?

In reply to 2010105016 HASMARYANTI

Re: Diskusi 1

by 2010105028 PUTRI DWI ANDINI -

izin menjawab,

terdapat dalam hadis dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ الْحَيَّاتُ, قُلْتُ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ: هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ

“Kemudian Malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas. Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i)’.”

Ancaman hadis ini berlaku, ketika seorang ibu sengaja menghalangi anaknya untuk mendapatkan nutrisi dari ASInya tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara jika sang ibu tidak memungkinkan untuk menyusui anaknya, baik karena faktor yang ada pada ibu maupun pada si anak, insyaaAllah tidak termasuk dalam ancaman hadis 

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105039 SUTRIANI -


In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by Anjarwati S.Si.T., MPH -

Terimakasih  awal diskusi yang aktif utk kelas ini, beberapa pertanyaan sudah dijawab dengan baik, beberapa sepertinya sedang proses direspon teman2 yang lain. Ada hal yang perlu penegasan misalnya dengan aborsi, teman sudah menjawab dengan baik, intinya anad semua tentunya sudah tahu ada jenis abortus baik spontan ataupun yang dibuat, namanya abortus provokatus. Ab provokatus ada kategori kriminalis dan medicinalis. nah walaupun ada yg termasuk dalam medicinalis tetapi tidak mudah untuk menetapkan hal yg termasuk ini karena harus diputuskan oleh beberapa ahli sbelum ditentukan kategori ini, Beberapa pendapat tentang usia yang boleh diantaranya usia 40 hari, misal ini baru setara telat haid 2 minggu ( sekitar 6 minggu kehamilan) sangat sulit menentukan kondisi janin cacat atau tidak mengingat pada trimester 1 masih dalam proses organogenesis (pembentukan organ), usia tersebut jelas belum sempurna prosesnya apakah dapat disimpulkan jika memang tahap pembentukan saja belum selesai. Intinya akan sangat berhati hati dalam menghadapi permasalahan aborsi di masyarakat jangan sampai seolah mencari pembenaran untuk melakukannya. Banyak yang bisa disiapkan untuk kehamilan yang sehat tentu sejak pra konsepsi/ sebelum masa kehamilan, jauh sejak remaja harus disiapkan baik bio psiko sosual spiriual, sehingga meminimkan dan mencegah kehamilan yg tidak diinginkan termasuk dari korban pergaulan bebas. Pendekatan yg holistik sangat penting utk kehamilan yang sehat.

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105001 INTAN BRAHMANA -

ibu izin bertanya, dalam pengertian manusia didalam arham disebutkan ada tahapan khalqan  yang dibagi menjadi dua yaitu mukhallaqah dan ghairu mukhalaqqah. maksud dari pengertian itu bagaimana yah bu? terimakasih 

In reply to 2010105001 INTAN BRAHMANA

Re: Diskusi 1

by 2010105021 NABILA AULIA FIRDAUS -

Izin menjawab ya Bu

lafad mukhallaqah yang terdapat dalam di atas memiliki arti "seseorang yang lahir dalam keadaan sempurna, lengkap dengan segala anggotan fisiknya serta fungsinya". Sedangkan ghairu mukhallaqah punya arti "seseorang yang lahir akan tetapi belum sempurna (secara fisik) atau gugur pada saat masih di dalam kandungan". Dengan demikian, bagi al-Thabari, kata mukhallaqah dan ghairu mukhallaqah adalah sifat nutfah (mani) yang menjadikan manuisa itu sempurna dan tidak sempurna secara fisik.


In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105040 RAHMAWANTI SUPREHANTO -


In reply to 2010105040 RAHMAWANTI SUPREHANTO

Re: Diskusi 1

by 2010105018 HARDIANA -

izin bertanya , kan disini dijelaskan bahwa puasa itu wajib . pertanyaan saya bagaimana jika kita mempunyai hutang puasa dan itu belum dibayar sampai tibanya bulan puasa berikutnya ? menurut kalian bagaimna dan hukumnya apa ? terima kasih

In reply to Anjarwati S.Si.T., MPH

Re: Diskusi 1

by 2010105035 NUR AQILAH DWI SUSILANINGTYAS -

Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya, untuk tidak berpuasa, dan diganti dengan qadha di luar ramadhan. Kemudian, para ulama mewajibkan, bagi orang yang memiliki hutang puasa ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa, agar melunasinya sebelum datang ramadhan berikutnya.