Bayi tabung merupakan masalah kepentingan manusia yang bersifat privat sehingga perlu mendapatkan suatu perlindungan. Perlindungan yang terkait dengan bayi tabung adalah mengatur ruang lingkup hubungan hukum keluarga dan pergaulan dimasyarakat. Yang termasuk dalam hubungan keluarga antara lain adalah kedudukan yuridis anak dan waris. Kedudukan anak hasil dari proses bayi tabung dengan menggunakan sperma dari suami dan ovum dari istri maka anak yang dilahirkan adalah anak sah, tetapi jika salah satu benih berasal dari donor maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut, dimana sel telur istri akan dibuahi oleh sperma donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan dapat diimplantasikan ke dalam rahim istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah, dan memiliki hubungan mewarisi dan hubungan keperdataan dengan orang tua biologis yang sah secara hukum sepanjang si suami tidak menyangkalnya, diatur berdasarkan ketentuan Pasal 250 KUH Perdata. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak yang sah dari wanita yang mengandung dan melahirkan anak tersebut, diatur berdasarkan Pasal 42 UU Perkawinan dan Pasal 250 KUH Perdata, dan upaya hukum untuk mendapatkan anak yang secara genetis adalah milik orang tua pemesan adalah melalui proses pengangkatan anak. Hak mewarisi anak yang dilahirkan melalui hasil proses bayi tabung dibedakan menjadi 3, yaitu hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan sperma suami, hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan sperma donor dan hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan Surrogate Mother (ibu pengganti). Dalam hukum perdata kedudukan anak di dalam waris mendapat prioritas utama, tidak ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang warisan anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung, tetapi yang ada hanya mengatur tentang warisan anak yang dilahirkan secara alamiah, seperti warisan anak sah, dan anak luar kawin yang diakui. Kedudukan anak dalam waris diatur dalam Pasal 852 KUH Perdata. Sebelumnya telah ditentukan bahwa kedudukan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma suami adalah anak yang sah. Oleh karena itu dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, walaupun proses pembuahannya dilakukan secara tidak alami. Dan anak jenis ini dapat disamakan dengan anak kandung. Anak kandung berhak untuk mendapatkan warisan orang tua kandungnya apabila orang tuanya (pewaris) telah meninggal dunia (Pasal 830 KUH Perdata). Sedangkan bagian yang harus diterimanya adalah sama besarnya diantara para ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan dan tidak dibedakan antara yang terlahir terlebih dahulu maupun kemudian. Kedudukan yuridis anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma donor dan ovum dari istri, yang kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri dapat dikualifikasikan dalam 2 jenis anak, yaitu: (1) anak sah melalui pengakuan apabila penggunaan sperma donor itu mendapat izin dari suami, dan (2) bahwa anak itu sebagai anak zina, apabila penggunaan sperma donor itu tanpa izin dari suami. Menurut hukum perdata sebagaimana disebut dalam Pasal 280 KUH Perdata bahwa akibat dari pengakuan anak adalah terjadinya hubungan keperdataan antara anak dengan bapak atau ibu yang mengakuinya. Dengan kata lain, pengakuan anak itu mengakibatkan status anak itu menjadi anak yang sah sehingga menimbulkan hak dan kewajiban, seperti pemberian ijin kawin, pemberian nafkah, perwalian, hak memakai nama orang tua yang mengakuinya, mewaris dan sebagainya. Anak sah melalui pengakuan berhak mendapat warisan dari orang tua yang mengakuinya sedangkan anak zina tidak memiliki hak waris dari orang tua yuridis dan ia hanya berhak mendapatkan nafkah seperlunya sesuai dengan Pasal 867 ayat (1) KUH Perdata. Berdasarkan KUH Perdata, kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim Surrogate Mother dikatagorikan sebagai anak angkat. Fuad Muhammad Fachruddin mendefinisikan anak angkat dalam konteks adopsi adalah anak dari seorang ibu dan bapak yang diambil oleh manusia lain untuk dijadikan anak sendiri.4 Didalam hukum adat kedudukan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan Surrogate Mother memiliki kesamaan dalam terminologinya dengan anak titipan. Dimana orang yang memelihara dan membesarkan anak titipan dan Surrogate Mother, berhak untuk mendapatkan upah dari orang tua yang menitipkan anak tersebut. Oleh karena itu orang tua yang dititipi hanya berkewajiban memelihara dan membesarkan anak tersebut, maka dengan sendirinya anak tersebut mendapatkan hak waris dari orang tua biologis yang menitipkannya.
Mungkin ini saja yang dapat saja jawab mba,terima kasih🙏🏻